Senin, 29 November 2010

Agnotisis

Menurut Britannica Encyclopedia, Darwin diketahui punya
semangat yang senada dengan kaum materialis dan atheis, yakni agnotisisme, suatu paham yang tidak
meyakini keberadaan Tuhan, tapi tidak juga menyangkal keberadaan Tuhan. Mereka
orang yang mengaku 'tidak tahu' tentang ada atau tidak adanya Tuhan.

Agnotisis muncul sebagai cerminan rasa ketidak-berdayaan manusia dalam
menemukan bukti keberadaan tuhan, sekaligus ketidak-beradaan tuhan.
Jadi agnotisis adalah responsi terhadap atheisme dan theisme.

A= tidak dan gnosis = tahu, bukan diartikan tidak tahu apa-apa, melainkan
berawal dari tidak tahu bahwa ‘theos’ itu ada atau tidak. Memang
implikasinya menjadi menyangkut tentang surga, dosa dsb. Tetapi pada awal
mulanya, ia hanya merupakan jawaban pasif atas pertanyaan menyangkut
eksistensi tuhan.
Jadi semacam ekspresi filosofis ‘mengangkat bahu’ : "tauk ah, gelap!".

Bila Theisme dan Atheisme adalah keyakinan, maka Agnoticisme adalah
ketidak-yakinan.
Beda antara Agnotist dengan orang yang belum tahu apa-apa, cuma satu hal.
Yang belum tahu apa-apa masih dalam proses memutuskan, sedang agnotist sudah
memutuskan (dengan berani) bahwa memang tidak mungkin bisa diketahui.

Karena hanya semacam reaksi, agnotisisme tidak mempunyai teori sendiri yang
berpretensi menerangkan sesuatu, melainkan hanya bertanya dan bertanya.
Sikap yang dipakai adalah sikap orang yang tidak/belum tahu apa-apa.
Posisi agnotis dalam diskusi memang menguntungkan, karena memang (menurut
saya), Allah tidak bisa difahami dengan ‘omong-omong’. Yang berhasil
didekati dengan omong adalah allah yang antroposentris, allah yang
diciptakan oleh manusia.

Dan ini yang dengan lahap ‘disikat’ habis oleh agnotisis, free-thinkers,
atheist. Makanan empuk bagi mereka. Karena pada hakekatnya, bahasa yang
dipergunakan untuk membicarakannya itu sendiri sudah memakai kaidah kaidah
keilmuan (agar tidak mirip omongannya orang gendheng).
Paling tidak, kita kan tidak bisa meracau seperti merapal mantra kalau
berdiskusi. Juga terikat oleh tata bahasa. Lalu ada semantika. Semiotika .
Belum lagi gaya bahasa. Contoh untuk semua itu dibahas dalam ilmu bahasa ( M
Pei tokohnya, dengan salah satu bukunya kalau tidak salah : The words in
sheep’s clothing - sebuah buku tua yang menarik).
Belum lagi logika. Sylogisme yang selalu ‘menghantui’ para partisipan
perdebatan. (Mas Beldandy suka galak soal ini).

Tapi apa yang tidak dilihat dalam konteks ‘berkomunikasi’, agnotis tidak
bisa menyerang melewati batas teritorinya, karena tak ada bahasa sebagai
jembatan. Al Gazali yang ber zikir bisa dianggap orang gila oleh agnotisis,
tetapi karena tidak ada pretensi untuk berkomunikasi dengan orang lain, maka
beliau ‘tidak bergeming’ dan menemukan Tuhannya dalam zikirnya.

Maka ‘amanlah’ para Theist dari serangan Agnotist/Atheist. Tetapi begitu
para Theist memakai bahasa, terbukalah ruang kosong untuk diserang. Karena
bahasa adalah wilayahnya ilmu, teritorinya rasionalitas, kaplingnya para
skeptik.
Milis ini sebagai bagian dari internet, mempergunakan bahasa. Maka jelas,
Agnotist/Atheist berkibar disini. Dalam homepagenya kaum skeptik (saya lupa
namanya), yang dimotori oleh beberapa orang India (tempat agama dianut
secara sangat intens), Sai Baba von Puttaparti ‘dihajar’ habis habisan. Dan
kaum theist ditantang-tantang.
Jadi sekali lagi, begitu Allah disebut, kita telah mereduksi gambaran
tentang Allah itu, karena sebutan ‘Allah’ adalah bahasa juga. Begitu Tuhan
dibicarakan, yang tertangkap bukanlah Tuhan itu, melainkan gambar manusia
(anthropos).

Para Theist seharusnya melakukan ‘pembelaan’ bukan dalam suatu pembuktian
analitis (yang mana pasti repot), melainkan dalam ajakan berkontemplasi.
Agnotist tidak mungkin bisa menjelaskan perbedaan rasa haru yang timbul
ketika seseorang melihat daun kuning terakhir yang rontok dimusim gugur
dengan ketika seseorang yang hanya terkejut: Wah, kirain apa yang jatuh,
taunya cuma daun.

"Rasa’ itulah yang bersifat ilahi - Yang mana tak mudah tertangkap oleh
rasionalitas.

Allah yang disebut ada adalah Allah yang tidak ada. Allah yang ada, tidak
tersebutkan.
Ada dan tidak itu identik.

dari buku Donny Gahral Adian, Percik Pemikiran Kontemporer dan nemu beberapa terminologi di akhir bab 1:

1. Ateisme : paham yang menyangkal keberadaaan Tuhan berdasarkan bukti-bukti rasional.
2. Agnotisisme : paham yang tidak menyangkal maupun membenarkan keberadaan Tuhan, karena hal itu berada di luar jangkauan/kemampuan inderawi dan rasio manusia.
3. Fideisme : paham yang menyatakan bahwa pengetahuan religius (termasuk: keyakinan pada Tuhan) hanya dapat dijustifikasi atau ditetapkan berdasarkan iman, bukan akal budi.
4. Panteisme : paham yang menyatakan bahwa alam semesta adalah Tuhan dan Tuhan adalah alam semesta. Tidak ada perbedaan antara pencipta dan ciptaan, Tuhan berada di manapun, di dalam segala sesuatu, dan adalah segala sesuatu.
5. Deisme : paham yang menyatakan bahwa setelah menciptakan alam beserta hukum-hukumnya, Tuhan menarik diri dan tidak memainkan peran di dalamnya. Tuhan digambarkan seperti seorang pembuat jam yang kemudian pensiun

perihal keberadaan orang-orang yang tidak percaya pada Tuhan (ateis) dan yang tidak mengetahui apakah Tuhan ada atau tidak (agnostik). Karena tidak percaya atau tidak mampu percaya mereka memilih untuk tidak beragama. Keberadaan mereka pada masyarakat pascamodern, yang tanpa metanarrative, seperti masyarakat Inggris, adalah lumrah. Akan tetapi, lain halnya dalam masyarakat Indonesia yang semi-industri dan modern. Kebanyakan yang tidak percaya pada Tuhan masih belum berani membuka diri, bahkan untuk “berbicara”, karena tekanan masyarakat dan negara, melalui segenap peraturan dan konsensusnya.

Minggu, 28 November 2010

hadist

Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”

(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)








Hadist maudlu’
Pengertiannya

Maudlu’ secara bahasa artinya sesuatu yang diletakkan.
Sedangkan menurut istilah adalah : “Sesuatu yang diciptakan dan dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam secara dusta”.

Hadits ini adalah tingkatan hadits yang paling buruk dan jelek di antara hadits-hadits dla’if lainnya. Sebagian ulama membagi hadits menjadi empat bagian : shahih, hasan, dla’if, dan maudlu’. Maka maudlu’ menjadi satu bagian tersendiri.
hokum meriwayatkan
“Barangsiapa yang menceritakan dariku satu hadist yang ia sangka sesungguhnya hadits tersebut dusta/palsu, maka ia termasuk salah seorang dari para pendusta ” 1. Awal Munculnya Suatu Hadits Maudlu'
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan Hadits. Berikut akan dikemukakan pendapat mereka.
1. Menurut Ahmad Amin bahwa Hadits Maudlu' terjadi sejak masa Rasulullah SAW. masih hidup. Alasan yang dijadikan argumentasi adalah sabda Rasulullah SAW.:
فمن كذب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده فى النار
“Barangsiapa yang secara sengaja berdusta kepadaku maka hendaknya dia mengambil tempat di neraka.”
Menurutnya dengan dikeluarkannya sabda tersebut, Rasulullah SAW. mengira telah ada pihak-pihak yang ingin berbuat bohong pada dirinya. Oleh karena itu, Hadits tersebut merupakan respon terhadap fenomena yang ada saat itu yang berarti menggambarkan bahwa kemungkinan besar pada zaman Rasulullah SAW. telah terjadi pemalsuan Hadits. Sehingga Rasulullah SAW. mengancam kepada para pihak yang membuat Hadits palsu.
Ahmad Amin juga memaparkan satu Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwasannya suatu waktu Basyir al-Adwy menemui Ibn Abbas kemudian mereka berbincang-bincang dan Basyir berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW. ....”. Akan tetapi Ibnu Abbas mengacuhkan hadistnya dan tak memperhatikan apa yang dikatakan.
Dalam hal ini dijelaskan bahwa ketika Basyir ingin menyampaikan sabda Rasulullah SAW., maka ia akan segera ke sana. Dan jika orang tersebut tidak bisa menjangkau kebenaran maka ia tidak akan ada periwayatan kecuali memang benar-benar sudah tahu. Ahmad Amin juga memaparkan bahwa semenjak Islam mulai meluas ke berbagai daerah dan berbondong-bondong masuk Islam maka sebenarnya dari situlah potensi melakukan pemalsuan Hadits.



3. Menurut Jumhur al-Muhadditsin.
Pemalsuan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka, hadits-Hadits yang ada sejak zaman Nabi hingga sebelum terjadinya pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan masih terhindar dari pemalsuan. Dengan demikian, jelaslah bahwa pada zaman Nabi, tidak mungkin ada pemalsuan Hadits. Demikian pula pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan. Hal ini dapat dibuktikan dari kegigihan, kehati-hatian, dan kewaspadaan mereka terhadap Hadits.
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib mulai terjadi pemalsuan. Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan politik antara golongan Ali dan pendukung Mu'awiyah. Upaya ishlah dan tahkim tidak mampu meredam pertentangan mereka. Bahkan semakin menambah ruwetnya masalah dengan keluarganya sebagai pengikut Ali (Khawarij) dan membentuk kelompok sendiri. Golongan yang terakhir ini kemudian tidak hanya memusuhi Ali tetapi juga Mu'awiyah.
Masing-masing golongan, selain berusaha mengalahkan lawannya, juga berupaya mempengaruhi orang-orang yang tidak berada dalam perpecahan. Salah satu cara yang mereka tempuh ialah dengan membuat Hadits palsu. Dalam sejarah dikatakan bahwa yang pertama-tama membuat Hadits palsu adalah golongan Syi'ah.



2.2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi
Pemalsuan Hadits tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, akan tetapi juga oleh orang-orang non Islam yang berusaha mencemarkan Hadits sebagai sumber ajaran Islam. Dari kalangan Islam sendiri, menurut para ulama, yang mula-mula membuat Hadits semacam ini ialah golongan Syi'ah. Kegiatan yang pengaruhnya sangat jelas pada banyaknya hadits-Hadits ini untuk kepentingan mereka, serta bermunculannya hadits-Hadits palsu yang lainnya dari pihak lawannya.
Adapun beberapa motif pendorong bagi mereka untuk pembuatan Hadits palsu antara lain: Beberapa motif pembuatan Hadits palsu di atas dapat dikelompokkan menjadi:
- Ada yang sengaja
- Ada yang tidak sengaja merusak agama
- Ada yang karena merasa yakin bahwa membuat Hadits palsu diperbolehkan
- Ada yang karena tidak tahu gila dirinya membuat Hadits palsu.
Tujuan mereka membuat hadits palsu ada yang positif dan ada juga yang negatif. Apapun alasannya ditegaskan bahwa membuat Hadits Maudlu' merupakan tercela dan menyesatkan, dengan sabda Rasulullah:
فمن كذب عليّ متعمداً فليتبوّاء مقعده من النار
2.2.3. Kriteria Kepalsuan Suatu Hadits



.4. Kumpulan contoh Hadits Maudlu' dan sebabnya
1) إذا صدقت المحبة سقطت شروط الأدب
“Cinta keduniaan ialah modal kesalahan.”
Keterangan : Perkatan ini, orang kataan sebagai hadits Nabi padahal sebenarnya ucapan Junaid.
2) إن القمر دخل فى جيب صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و فرج من كمّه
“Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi SAW. dan keluar dari tangan bajunya.”
Keterangan:
- Tidak termasuk sabda Nabi
- Sering dipakai tukang cerita untuk menceritakan perjalanan mauled Nabi, dengan maksud orang tertarik mendengar ceritanya.
- Perasaan atau keyakinan kata mesti mendustakan isinya karena dapat masuk dalam saku baju yang tidak beda dengan saku dan keluar dari lubang tangan yang besar sudah kita maklumi.
3) الأرض على صخرة و الصخرة على قرن ثور فإذا حرّك الثور قرنه تحرّكت الصخرة
“Bumi terletak antara sebuah batu yang besar dan batu besar terletak atas tanduk seekor sapi; maka apabila sapi itu menggerakkan tanduknya, bergoyanglah pula batu besar itu.”
Keterangan:
- Bukan hadits Nabi
- Menurut pemeriksaan ahli alam, bahwa bumi kita ini, di sebelah luarnya diliputi oleh semacam udara. Udara itulah yang menahan bumi dari sekalian penjurunya. Selain dari itu tidak ada yang lain lagi isi hadits tersebut bertentangan dengan penyaksian
5. Usaha para ulama memberantas sebuah hadits
1) Mengisnadkan hadits
Meminta sanad kepada mereka yang menyampaikan hadits dan akhirnya menetapkan sanad suatu hadits. Sebab sanad bagi hadits bagaikan nasab bagi seseorang. Setelah itu diteliti sanadnya kalau terdiri dari ahli Sunnah diambil jika ahli bid’ah ditolak.
2) Meningkatkan perlawatan mencari hadits
Dengan cara meningkatkan perlawatan mencari hadits dari suatu kota ke kota untuk menemui sahabat yang meriwayatkan hadits. Jika di dengar ada hadits dari selain sahabat mereka mencari sahabat Rasulullah SAW. untuk memperkuatkannya.
3) Mengambil tindakan kepada para pemalsu hadits
Mereka menupas para pemalsu dan melarang mereka meriwayatkan hadits dan menyerahkan pada penguasa.
4) Menjelaskan tingkah laku perawi
Dengan cara demikian perawi-perawi dijelaskan biografinya, tingkah laku, kelahiran, kematian, keadilan dan daya ingatnya.
5) Membuat ketentuan-ketentuan umum tentang klasifikasi hadits
Membuat ketentuan dan syarat-syarat bagi hadits shahih, hasan dan dha'if.
6) Membuat ketentuan-ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri Hadits Maudlu’
Mereka membuat ketentuan mengenai tanda-tanda Hadits Maudlu’ baik ciri y ada pada sanad maupun matan.ss

BAB III
KESIMPULAN
 Hadits Maudlu’ menurut bahasa adalah meletakkan atau menyimpan, mengada-ada, ditinggalkan.
Menurut istilah adalah: Bukan hadits dari Rasulullah SAW. akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang dari pihak tertentu yang alasannya dinisbatkan pada Rasulullah SAW.
 Awal muncul Hadits Maudlu’
Ada 3 pendapat diantaranya yaitu:
- Ahmad Amin mengatakan Hadits Maudlu’ terjadi pada masa Rasulullah SAW.
- Shalhah ad-Din ad-Dabi mengatakan pemalsuan hadits berkenaan dengan masalah keduniawian pada masa Rasulullah
- Al-Muhaddisin mengatakan Hadits Maudlu’ terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
 Faktor yang melatarbelakangi antara lain:
1) Pertentangan politik
Sejak zaman khalifah Ali bin Abi Thalib terjadi perpecahan golongan, oleh karena itu, setiap golongan membuat hadits palsu untuk memperkuat golongan mereka.
2) Usaha kaum zindik meruntuhkan Islam
3) Fanatik terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri dan pemimpin
4) Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasehat
5) Perselisihan madzhab dan ilmu kalam
6) Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan
7) Menjilat penguasa

 Kriteria kepalsuan dan contoh:
a. Pada sanad
1) Pengakuan dari pemalsu
2) Qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudlu’
3) Qarinah-qarinah yang berpautan dengan tingkah laku
b. Pada matan
1) Segi makna  bertentangan dengan Al-Qur’an, hadits mutawattir, dengan ijma' dan tidak logis
2) Segi lafal  berlebih-lebihan
Contoh:
ولد الزنا لا يدخل الجنة الى سبعة ابناء
“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai 7 keturunan.”
و إن كل من يسمّى لهذه الأسماء ( محمد و احمد ) لا يدخل النار
“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad atau semisalnya) ini tidak akan masuk neraka.”
c. Sumber riwayatnya
1. Mengambil dari pikiran sendiri
2. Kadang-kadang menukil dari perkataan orang yang dipandang
 Usaha-usaha untuk mengatasi Hadits Maudlu’
1) Mengisnadkan hadits
2) Meningatkan perlawatan
3) Mengambil tindakan kepada para pemalsu
4) Menjelaskan perawinya
5) Membuat klasifikasi hadits
6) Membuat ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri Hadits Maudlu’








Hadist muan’an
. Hadits Mu’an-an
Pengertian dari muanan adalah hadits yang sanadnya terdapat redaksi ‘an (dari) seseorang.
Pendapat ulama ahli hadits dalam masalah ini terdapat dua fersi:
1) Bahwa hadits yang jalurnya (sanad ) itu menggunakan redaksi ‘an (dari) termasuk dalam kategori hadits yang sanadnya muttasil. Akan tetapi hadits mu’an’an untuk bisa dikategorikn sebagai hadits muttasil, harus memenuhi beberapa syarat. Dalam hal-hal syarat ini terdapat dua pendapat:
a) Syarat-syarat yang ditentukan oleh Imam Bukhari, Ali bin al-Madani dan sejumlah ahli hadits lain antara lain:
Perawi harus mempunyai sifat ‘adalah.
Harus terdapat hubungan guru murid, dalm artian keduanya harus pernah bertemu.
Perawi bukan termasuk mudallis.
b) Syarat-syarat yang ditentukan oleh imam muslim, antara lain:
Perawi harus mempunyai sifat ‘adalah.
Perawi bukan termasuk mudallis.
Hubungan antara yang meriwayatkan hadits cukup dengan hidup dalam satu masa dan itu dimungkinkan untuk bertemu.
2) Bahwa hadits mu’an-an termasuk dalam kategori hadits mursal. Oleh karena itu hadits mu’an-an tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
Ketika redaksi ‘an itu pada tingkat sahabat, terdapat pemilahan. Apabila sahabat itu termasuk sahabat yang sebagian besar hidupnya senantiasa bersama dengan nabi, maka redaksi ‘an sama dengan redaksi sami’tu. Apabila sahabat itu jarang bertemu nabi, maka sanad itu perlu ditinjau ulang .
Kesimpulan dari uraian diatas dapat kita klasifikasikan menjadi tiga pendapat sesuai dengan komentar Ibnu Hajar:
Bahwa redaksi sanad dengan ‘an posisinya sama dengan redaksi haddastana dan akhbarana.
Tidak dikatakan sama dengan redaksi haddastana dan akhbarana. Ketika hadits itu diriwayatkan oleh mudallis.
Redaksi ‘an sama dengan akhbarana dalam penerimaan hadits secara ijazah.Untuk itulah hadits yang redaksinya memakai ‘an masih dalam kategori muttasil. Akan tetapi derajat ‘an masih dibawah sami’tu.
Contoh hadis mu’an’an:
حدثنا قتيبة بن سعي حدثنا عبد العزيز الدرواردى عن العلاء عن ابيه عن ابى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الد نيا سجن المؤمن وجنة الكافر {رواه مسلم}.


Tentang hadist

efinisi Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.

ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.

TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.

SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.

TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.

MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.

Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.

Awal Sanad dan akhir Sanad

Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.

Klasifikasi Hadits

Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:

1.Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.

2.Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.

3.Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.

4.Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.

Syarat-syarat Hadits Shohih
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
• Rawinya bersifat Adil
• Sempurna ingatan
• Sanadnya tidak terputus
• Hadits itu tidak berillat dan
• Hadits itu tidak janggal












Khadist mursal khafi
Pengertiannya
Al-Mursal menurut bahasa berarti melepaskan. Adapun menurut istilah ahli hadits dan fuqoha berbeda dalam mendefinisikan hadits mursal.
Hadits mursal menurut ahli hadits adalah:
مارفعه التابعي إلى الرسول صلىالله عليه وسلم من قول او فعل او تقرير صغيرا كان التابعي او كبيرا
Artinya: Hadits yang dimarfu'kan oleh seorang tabi'in kepada Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir, baik tabi'in itu kecil maupun tabi'in besar.

Ada sebagian ulama yang memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang di marfukan oleh tabi’in besar saja, karena pada umumnya periwayatan tabi’i besar adalah dari sahabat. Sebagian ahli hadits tidak menilai hadits yang di-irsal-kan oleh tabi’i kecil sebagai hadits mursal tetapi hadits munqathi’, karena sebagian besar periwayatan mereka adalah dari tabi’i juga.
Adapun hadits mursal menurut ahli ushul adalah perkataan seseorang yang tidak berjumpa dengan nabi Muhammad Saw baik dari tabi’i atau tabi’u tabi’in atau orang sesudah mereka. Jadi Hadits mursal adalah perkatan tabi’in baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil atau perkataan sahabat kecil, yang menegaskan tentang apa yang telah dikatakan atau diperintahkan oleh Rasulullah Saw tanpa menerangkan dari sahabat mana berita itu diperolehnya.
Mursal Khafi menurut istilah adalah “sebuah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari seorang syaikhnya yang semasa dengannya atau bertemu dengannya, tetapi ia tidak pernah menerima satu pun hadits darinya, namun ia meriwayatkannya dengan lafadh yang menunjukkan adanya kemungkinan ia mendengar dari syaikh itu”.



hadits mursal terbagi kepada tiga macam yaitu :
1. Mursal Jaly, Yaitu bila penguguran yang telah dilakukan oleh rawi tabi’i adalah jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang mengugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita atau penguguran itu dilakkukan oleh tabi’i besar
2. Mursal Shahaby, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarakan kepada Nabi Muhamad Saw, tetapi ia tidak mendengarkan atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran di saat Rasulullah hidup ia masih kecil atau terakhir masuknya ke dalam agama islam.
hadits mursal ini dianggap shahih, karena ia tiada meriwayatkan selain dari para sahabat. Sedang para sahabat itu seluruhnya adil. Contohnya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Malik
أخبرنامالك بن شهاب عن عبيدالله بن عبدالله بن عطبة عن عبدالله بن عباس رضي الله عنه قال : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى مكة يوم عام الفتح في رماضان فصام حتى بغ الكديد ثم افطر فافطر الناس
Yang artinya dikabarkan dari Ibnu Syihab, dari ‘Ubaidillah bin
abdillah bin ‘tabah dari Abdullah bin ‘abbas r.a ibnu abbas berkata “ Bahwa Rasulullah Saw keluar menuju ke mekkah, pada tahun kemenangan dalam bulan ramadhan, karena itu beliau berpuasa sampai ke kadid lalu setelah itu beliau berbuka, kemudian orang-orang pun berbuka’.
Menurut al-qabisy, hadits tersebut termasuk hadits mursal shahaby, lantaran Ibnu Abbas tidak ikut berpergian bersama Rasulullah Saw beliau di Mekkah ketika itu bersama dengan orang tuanya, jadi Beliau tidak menyaksikan kisah perjalanan tersebut. Hal itu diketahui berdasarkan berita dari sahabat lain.
3. Mursal Khafi, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i, dimana tabi’i yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak perah mendengar sebuah hadits pun daripadanya. Hukum hadits mursal ini adalah dhaif
B. Cara Mengetahui Hadits Mursal khafi
Untuk mengetahui hadits itu mursal khafi ada tiga cara, diantaranya:
 Pernyataan dari para imam-imam bawasanya perawi ini tidak bertemu dengan orang yang ia menceritakan hadits darinya atau tidak mendengar lansung darinya secara mutlak.
Pengabaran atau pemberitauaan dari rawinya iyu sendiri secara langsung bahwa ia tidak pernah bertemu dengan orang yang ia ceritakan haditsnya atau ia tidak mendengar langsung dari orang tersebut satu hadits pun.
Datangnya hadits dari jalan yang lain ada tambahan perawi yang ia riwayatkan haditsnya.
Adapun poin yang ketiga ini didalamnya ada perbedaan ulama karena
terkadang termaksud jemis hadits ( المزيد في مثصل الاس تيد )

C. Penggunaan Hadith Mursal khafi
Dalam penggunaan hadits mursal khafi ini ada 3 pendapat yang masyhur, yaitu:
1. Kelompok Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan lain-lain. Mereka membolehkan berhujjah dengan hadith mursal secara muthlak.
2. Kelompok Imam Nawawi, Imam Syafi'I, Jumhur ulama ahli Hadith, ahli Fiqih dan ahli Ushul. Mereka tidak membolehkan secara muthlak.
3. Jumhur Ulama dan ahli Hadith. Mereka membolehkan menggunakan hadith mursal apabila ada syarat lain yang musnad, diamalkan oleh sebagian ulama.
D. Hukum hadist Mursal Khafiy
Mursal Khafiy hukumnya adalah dla’if, karena ia termasuk bagian hadits munqathi’. Maka apabila nampak sanadnya terputus, maka hukumnya adalah munqathi’.
Kesimpulan
Pada dasarnya hadits mursal khafi itu adalah dhaif dan mardud, karena hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat diterimanya suatu hadits, yaitu sanadnya harus bersambung. Hal itu disebabkan tidak diketahuinya keadaan rawi yang dibuang. Lagi pula, memiliki kemungkinan bahwa yang dibuang itu adalah sahabat. Dalam kondisi seperti ini, haditsnya menjadi dhaif.
Meskipun demikian, para ulama hadits dan yang selain mereka berbeda pendapat mengenai hukum hadits mursal khafi dan pengunaannya sebagai hujjah. Hadits ini termasuk hadits yang terputus yang diperselisihkan tempat terputusnya pada akhir sanad. Sebab, pada umumnya gugurnya sanad itu pada sahabat, sementara itu seluruh sahabat adalah adil, tidak rusak keadilannya meski keadaan mereka tidak diketahui.

otak

KEBIASAAN BURUK YANG MERUSAK OTAK!!!
Selasa, 10 November 2009 15:02:12 - oleh : admin
Otak manusia terdiri lebih dari 100 miliar syaraf yang masing-masing terkait dengan 10 ribu syaraf lain. Bayangkan, dengan kerumitan otak seperti itu, maka Anda wajib menyayangi otak Anda cukup dengan menghindari kebiasaan-kebiasaan buruk yang sering disepelekan.

Otak adalah organ tubuh vital yang merupakan pusat pengendali sistem syaraf pusat. Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah, keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh.

Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran lainnya.

Sungguh suatu tugas yang sangat rumit dan banyak. Maka, hindarilah kebiasaan buruk di bawah jika Anda masih ingin otak Anda bekerja dengan baik.

1. Tidak Mau Sarapan
Banyak orang yang menyepelekan sarapan. Padahal tidak mengkonsumsi apapun di pagi hari menyebabkan turunnya kadar gula dalam darah. Hal ini berakibat pada kurangnya masukan nutrisi pada otak yang akhirnya berakhir pada kemunduran otak. Sarapan yang terbaik di pagi hari bukanlah makanan berat seperti nasi goreng spesial, tetapi cukup air putih dan segelas jus buah segar. Ringkas dan berguna untuk tubuh!

2. Kebanyakan Makan.
Terlalu banyak makan mengeraskan pembuluh otak yang biasanya menuntun orang pada menurunnya kekuatan mental. Jadi makanlah dalam porsi yang normal. Biasakan menahan diri dengan cara berhenti makan sebelum Anda kekenyangan.

3. Merokok
Jika rokok memiliki segudang efek buruk, semua orang pasti sudah tahu. Dan ada satu lagi efek buruk rokok yang terungkap di sini. Merokok ternyata berakibat sangat mengerikan pada otak! Bayangkan, otak manusia lama kelamaan bisa menyusut dan akhirnya kehilangan fungsi-fungsinya karena rajin menghisap benda berasap itu. Tak ayal di waktu tua bahkan pada saat masih muda sekalipun, kita rawan alzheimer (alzheimer adalah penyakit pikun).

4. Terlalu Banyak Mengkonsumsi Gula
Terlalu banyak asupan gula akan menghalangi penyerapan protein dan gizi sehingga tubuh kekurangan nutrisi dan perkembangan otak terganggu. Karena itu, kurangi konsumsi makanan manis favorit Anda

5. Polusi Udara
Otak adalah bagian tubuh yang paling banyak menyerap udara. Terlalu lama berada di lingkungan dengan udara berpolusi membuat kerja otak tidak efisien.

6. Kurang Tidur
Tidur memberikan kesempatan otak untuk beristirahat. Sering melalaikan tidur membuat sel-sel otak menjadi mati kelelahan. Tapi jangan juga kebanyakan tidur karena bisa membuat Anda menjadi pemalas yang lamban. Sebaiknya tidur 6-8 jam sehari agar sehat dan bugar.

7. Menutup Kepala Ketika Sedang Tidur
Tidur dengan kepala yang ditutupi merupakan kebiasaan buruk yang sangat berbahaya karena karbondioksida yang diproduksi selama tidur terkonsentrasi sehingga otak tercemar. Jangan heran kalau lama kelamaan otak menjadi rusak.

8. Berpikir Terlalu Keras Ketika Sedang Sakit
Bekerja keras atau belajar ketika kondisi tubuh sedang tidak fit juga memperparah ketidakefektifan otak. Sudah tahu sedang tidak sehat, sebaiknya istirahat total dan jangan forsir otak Anda.

9. Kurangnya Stimulasi Otak
Berpikir adalah cara terbaik untuk melatih kerja otak. Kurang berpikir akan membuat otak menyusut dan akhirnya tidak berfungsi maksimal. Rajin membaca, mendengar musik dan bermain (catur, scrabble, dll). membuat otak Anda terbiasa berpikir aktif dan kreatif.

10. Jarang Bicara
Percakapan intelektual biasanya membawa efek bagus pada kerja otak. Jadi jangan terlalu bangga menjadi pendiam. Obrolan yang bermutu sangat baik untuk kesehatan Anda.

belajar

Banyak hambatan dan kesulitan yang dimiliki oleh para anak-anak didik kita, adik kita, anak kita, dan para pelajar yang tengah berupaya belajar dengan sebaik-baiknya. Namun di lain pihak kita selaku guru, orangtua, ataupun orang yang lebih dewasa menghendaki dan menuntut mereka untuk “BISA” tanpa kita berusaha memahami dan mengetahui kesulita apa yang dialaminya. Kita hanya baru bias mencap “bodoh”, “telmi”, “nakal”, “malas”, dan berbagai cap jelek terhadap mereka yang secara kasat mata memiliki nilai negative dan tidak berprestasi.
Marilah kita untuk tidak menambah beban mereka dengan menuntut mereka untuk bisa mengikuti keinginan kita tanpa kita nberusaha memahami apa kehendan dan kesulitan yang mereka hadapi.
Yu… kita sama-sama tunjukan kepedulian kita terhadap masa depan anak-anak kita dengan mencoba memahami hambatan/kesulitan mereka dalam menghadapi pelajaran, cara belajar dll.
IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF
(www.ditplb.or.id)

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka penyelenggaraan pendidikan inklusi, para guru di sekolaah reguler/sekolah umum perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan tentang anak dengan kebutuhan khusus atau sering juga disebut anak berkebutuhan khusus. Dengan mengetahui siapa yang disebut anak dengan kebutuhan khusus serta karakteristiknya, maka diharapkan guru mampu melakukan identifikasi terhadap mereka, baik yang sudah menjadi terdaftar sebagai peserta didik pada sekolah yang bersangkutan maupun yang belum masuk sekolah yang ada atau bertempat tinggal di sekitar sekolah. Dengan identifikasi yang tepat guru dapat memberikan bantuan pelayanan yang sesuai untuk mendukung dan menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.
Anak dengan kebutuhan khusus perlu dikenal dan diidentifikasi dari kelompok anak pada umumnya, karena mereka memerlukan pelayanan pendidikan yang bersifat khusus. Pelayanan tersebut dapat berbentuk pertolongan medik, latihan-latihan therapeutic, maupun program pendidikan khusus, yang bertujuan untuk membantu mengurangi keterbatasannya dalam hidup bermasyarakat.
Dalam rangka mengidentifiksi (menemukan) anak dengan kebutuhan khusus, diperlukan pengetahuan tentang berbagai jenis dan gradasi (tingkat) kelainan anak, diantaranya adalah kelainan fisik, mental intelektual, social, emosional. Di luar jenis kelainan tersebut terdapat anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa atau sering disebut sebagai anak yang memiliki kecerdasan dan bakat luar biasa. Masing-masing memiliki ciri dan tanda-tanda khusus atau karakteristik yang dapat digunakan oleh guru untuk menandai dalam rangka identifikasi anak dengan kebutuhan pendidikan khusus.
Buku Identifikasi Anak yang disertai Alat Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus (AI ALB) ini disusun untuk membantu guru dalam rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus. Alat ini daftar peryataan yang berisi gejala-gejala yang nampak pada anak untuk setiap jenis kelainan. Dengan mengamati gejala-gejala tersebut jika guru menemukan anak yang memiliki tanda-tanda mirip atau sama dengan gejala-gejala tertulis dalam alat/instrumen ini, dengan mudah guru dapat menandainya, dan jika secara kualitatif memenuhi standar miimal yang ditetapkan, maka anak tersebut dapat dikategorikan sebagai anak dengan kebutuhan khusus. Dengan alat identifikasi ini, secara sederhana dapat disimpulkan apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Tentu saja alat ini sifatnya masih sederhana, baru sebatas melihat gejala-gejala fisik yang nampak. Sedangkan untuk mendiagnosis yang sesungguhnya secara akurat, dibutuhkan tenaga profesional yang berwenang untuk itu, seperti dokter, psikolog, orthopedagog, dan sebagainya. Meskipun demikian jika sekolah tidak tersedia tenaga profesional dimaksud, dengan alat identifikasi ini, asal dilaksanakan dengan cermat dan hati-hati, sudah cukup untuk menetapkan seseorang berindikasi memerlukan layanan pendidikan khusus atau tidak.
Alat identifikasi ini dapat digunakan oleh orang-orang yang dekat (sering bergaul/berhubungan) dengan anak – seperti guru, orang tua, pengasuh – untuk menjaring kelompok anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar, baik yang sudah bersekolah maupun yang belum bersekolah atau yang sudah drop-out.


B. Tujuan Penulisan Buku
Setelah selesai membaca buku Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus ini, diharapkan pembaca (terutama para pembina dan pelaksana pendidikan di lapangan) mampu mengidentifikasi apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, dan mampu merencanakan tindak lanjutnya.

II. ANAK DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS DAN IDENTIFIKASINYA
Untuk mengidentifikasi apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, perlu terlebih dahulu dirumuskan pengertian anak dengan kebutuhan khusus, karakteristik (ciri-ciri) anak dengan kebutuhan khusus, baru kemudian dirumuskan hal-hal yang berkaitan dengan identifikasi.

A. Pengertian Anak dengan kebutuhan khusus
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan (bermakna) mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, social, emosional) dalam proses pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.
Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, tetapi khusus untuk keperluan pendidikan inklusi, anak dengan kebutuhan khusus akan dikelompokkan menjadi 9 jenis. Berdasarkan berbagai studi, ke 9 jenis ini paling sering dijumpai di sekolah-sekolah reguler. Jika di luar 9 jenis tersebut masih dijumpai di sekolah, maka guru dapat bekerjasama dengan pihak lain yang relevan untuk menanganinya, seperti anak-anak autis, anak korban narkoba, anak yang memiliki penyakit kronis, dan lain-lain. Secara singkat masing-masing jenis kelainan dijelaskan sebagai berikut :

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
Anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
5. Tunagrahita
Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus.
6. Lamban belajar (slow learner) :
Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti)
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi;
Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.
9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun lingkungannya.

B. Karakteristik Anak dengan kebutuhan khusus
Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi, di bawah ini akan disebutkan ciri-ciri yang menonjol dari masing-masing jenis anak dengan kebutuhan khusus.
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
a. a. Tidak mampu melihat
b. b. Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter
c. Kerusakan nyata pada kedua bola mata,
d. Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
e. Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
f. Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
g. Peradangan hebat pada kedua bola mata,
h. Mata bergoyang terus.
Nilai standar : 4 (di luar a dan b), maksudnya, jika a dan b terpenuhi, maka tidak perlu menghitung urutan berikutnya.
2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
a. Tidak mampu mendengar,
b. Terlambat perkembangan bahasa
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi
d. Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara
e. Ucapan kata tidak jelas
f. Kualitas suara aneh/monoton,
g. Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar
h. Banyak perhatian terhadap getaran,
i. Keluar cairan ‘nanah’ dari kedua telinga
Nilai Standar : 6 (di luar a), maksudnya jika a terpenuhi, maka berikutnya tidak perlu dihiung.
3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
a. Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
c. Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa,
d. Terdapat cacat pada alat gerak,
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak normal
g. Hiperaktif/tidak dapat tenang.
Nilai Standar : 5
4. Anak Berbakat/ memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
a. Membaca pada usia lebih muda,
b. Membaca lebih cepat dan lebih banyak,
c. Memiliki perbendaharaan kata yang luas,
d. Mempunyai rasa ingin tahu yang kuat,
e. Mempunayi minat yang luas, juga terhadap masalah orang dewasa,
f. Mempunyai inisiatif dan dapat berkeja sendiri,
g. Menunjukkan keaslian (orisinalitas) dalam ungkapan verbal,
h. Memberi jawaban-jawaban yang baik,
i. Dapat memberikan banyak gagasan
j. Luwes dalam berpikir
k. Terbuka terhadap rangsangan-rangsangan dari lingkungan,
l. Mempunyai pengamatan yang tajam,
m. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu panjang, terutama terhadap tugas atau bidang yang diminati,
n. Berpikir kritis, juga terhadap diri sendiri,
o. Senang mencoba hal-hal baru,
p. Mempunyai daya abstraksi, konseptualisasi, dan sintesis yang tinggi,
q. Senang terhadap kegiatan intelektual dan pemecahan-pemecahan masalah,
r. Cepat menangkap hubungan sebabakibat,
s. Berperilaku terarah pada tujuan,
t. Mempunyai daya imajinasi yang kuat,
u. Mempunyai banyak kegemaran (hobi),
v. Mempunyai daya ingat yang kuat,
w. Tidak cepat puas dengan prestasinya,
x. Peka (sensitif) serta menggunakan firasat (intuisi),
y. Menginginkan kebebasan dalam gerakan dan tindakan.
Nilai Standar : 18
5. Tunagrahita
a. Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar,
b. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,
c. Perkembangan bicara/bahasa terlambat
d. Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan kosong),
e. Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),
f. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)
Nilai Standar : 6
6. Anak Lamban Belajar
a. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6),
b. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
c. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
d. Pernah tidak naik kelas.
Nilai Standar : 4
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
• Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
a. Perkembangan kemampuan membaca terlambat,
b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
c. Kalau membaca sering banyak kesalahan
Nilai standarnya 3
• Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)
a. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,
b. Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya,
c. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
d. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,
e. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
Nilai standarnya 4.
• Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
a. Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
b. Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
c. Sering salah membilang dengan urut,
d. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
e. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
Nilai standarnya 4.
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi
a. Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,
b. Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,
c. Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
d. Kalau berbicara sering gagap/gugup,
e. Suaranya parau/aneh,
f. Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,
g. Organ bicaranya tidak normal/sumbing.
Nilai standarnya 5.

9. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku).
a. Bersikap membangkang,
b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah
c. Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggu
d. Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum.
Nilai standarnya 4.

C. Identifikasi
Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini istilah identifkasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan merupakan suatu usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami kelainan/penyimpangan.
Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2) Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4) Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5) Tunagrahita; (6) Anak lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya. Sedangkan langkah berikutnya, yang sering disebut asesmen, bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.
Dalam istilah sehari-hari, identifikasi sering disebut dengan istilah penjaringan, sedangkan asesmen disebut dengan istilah penyaringan.

D. Tujuan Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional, dan/atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi anak dengan kebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu: (1) penjaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referal), (3) klasifikasi, (4) perencanaan pembelajaran, dan (5) pemantauan kemajuan belajar.

1. Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (AI AKB) terlampir.
Pada tahap ini identifiksi berfungsi menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga tergolong anak dengan kebutuhan khusus.
Dengan AI ALB guru, orang tua, maupun tenaga professional terkait, dapat melakukan kegiatan ini secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk bahan penanganan lebih lanjut.

2. Pengalihtanganan (referral)
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, ada anak yang tidak perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran yang sesuai.
Kedua, ada anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referral). Jika tenaga professional tersebut tidak tersedia dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) atau Konselor.
3. Klasifikasi
Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah dirujuk ke tenaga professional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.Apabila berdasar pemeriksaan tenaga professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan, therapy, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan/atau memberi therapy, melainkan sekedar meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya akan membantu siswa dalam hal pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.
Kegiatan klasifikasi ini memilah-milah mana anak dengan kebutuhan khusus yang memerlukan penanganan lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan khusus di kelas reguler.
4. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak dengan kebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain. Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusi.
5. Pemantauan kemajuan belajar
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan. Misalnya apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, Program Pembelajaran Individual (PPI) yang kita susun sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang kita berikan sesuai atau tidak, dan seterusnya.
Sebaliknya, apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.
Dengan lima tujuan khusus di atas, identifikasi perlu dilakukan secara terus menerus oleh guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan/atau bekerja sama dengan tenaga professional terkait.

III. PELAKSANAAN IDENTIFIKASI
A. Sasaran Identifikasi
Secara umum sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah:
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
2. Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah;
3. Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong anak dengan kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semula SD terdekat belum/tidak mau menerimanya;
4. Anak yang drop-out Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah karena factor akademik.

B. Petugas Identifikasi
Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:
1. Guru kelas;
2. Orang tua anak; dan/atau
3. Tenaga professional terkait.

C. Pelaksanaan Identifikasi
Ada beberapa langkah dalam rangka pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus. Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop out sekolah, maka sekolah yang bersangkutan perlu melakukan pendataan ke masyarakat sekitar kerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat. Jika pendataan tersebut ditemukan anak berkelainan, maka proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite sekolah maupun perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak lanjutnya.
Untuk anak-aak yang sudah masuk dan menjadi siswa pada sekolah tertentu, identifikasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghimpun data tentang anak
Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar gejala yang nampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus (AI ALB). Lihat Format 3 terlampir.
2. Menganalisis data dan mengklasifikasi anak
Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang tergolong anak dengan kebutuhan khusus (yang memerlukan pelayanan pendidikan khusus). Buatlah daftar nama anak yaang diindikasikan berkelainan sesuai dengan ciri-ciri dan standar nilai yang telah ditetapkan. Jika ada anak yang memenuhi syarat untuk disebut atau berindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut, maka dimasukkan ke dalam daftar nama-nama anak yang berindikasi kelainan sesuai dengan format khusus yang disediakan seperti terlampir (Lihat Format 4). Sedangkan untuk anak-anak yang tidak menunjukkan gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar khusus tersebut.
3. Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah
Pada tahap ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat guru dilaporkan kepada Kepala Sekolah untuk mendapat saran-saran pemecahan atau tindak lanjutnya.
4. Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference)
Pada tahap ini, kegiatan dikoordinasikan oleh Kepala Sekolah setelah data anak dengan kebutuhan khusus terhimpun dari seluruh kelas. Kepala Sekolah dapat melibatkan: (1) Kepala Sekolah sendiri; (2) Dewan Guru; (3) orang tua/wali siswa; (4) tenaga professional terkait, jika tersedia dan dimungkinkan; (5) Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) jika tersedia dan memungkinkan.
Materi pertemuan kasus adalah membicarakan temuan dari masing-masing guru mengenai hasil identifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara-cara pemecahan serta penanggulangannya.
5. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus
Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan penanggulangannya perlu dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan kasus. Format laporan hasil pertemuan kasus dapat menggunakan contoh seperti terlampir (lihat Format 5)

D. ALAT IDENTIFIKASI
Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan identifikasi. Contoh alat identifikasi sederhana untuk membantu guru dan orang tua dalam rangka menemukenali anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, antara lain sebagai berikut :
1. Form 1 : Informasi riwayat perkembangan anak
2. Form 2 : informasi/ data orangtua anak/wali siswa
3. Form 3 : informasi profil kelainan anak (AI-ALB)
Dari ketiga informasi tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut.
1. Informasi riwayat perkembangan anak
Informasi riwayat perkembangan anak adalah informasi mengenai keadaan anak sejak di dalam kandungan hingga tahun-tahun terakhir sebelum masuk SD/MI.. Informasi ini penting sebab dengan mengetahui latar belakang perkembangan anak, mungkin kita dapat menemukan sumber penyebab problema belajar.
Informasi mengenai perkembangan anak sangat penting bagi guru untuk mempertimbangkan kebijakan program pembelajaran yang akan diberikan kepada anak. Informasi perkembangan anak biasanya mencakup identitas anak, riwayat masa kehamilan dan kelahiran, perkembangan masa balita, perkembangan fisik, perkembangan sosial, dan perkembangan pendidikan.
Riwayat masa kehamilan dan kelahiran meliputi perkembangan masa kehamilan, penyakit yang diderita ibu, usia di dalam kandungan, proses kelahiran, tempat kelahiran, penolong persalinan, gangguan pada saat proses kelahiran, berat badan bayi, panjang badan bayi, dan tanda-tanda kelainan pada bayi.
Perkembangan masa balita sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai lama menyusu ibunya, usia akhir minum susu kaleng, kegiatan imunisasi, penimbangan, kualitas dan kuantitas makanan pada masa balita, kesulitan makan yang dialami, dan sebagainya.
Perkembangan fisik diperlukan terutama data mengenai kapan anak mulai dapat merangkak, berdiri, berjalan, naik sepeda roda tiga, naik sepeda roda dua, berbicara dengan kalimat lengkap, kesulitan gerakan yang dialami, status gizi balita, dan riwayat kesehatan.
Perkembangan sosial terutama berkaitan dengan hubungan dengan saudara, hubungan dengan teman, hubungan dengan orang tua dan guru, hobi anak, dan minat khusus. Perkembangan pendidikan meliputi informasi mengenai kapan masuk TK, berapa lama pendidikan di TK, kapan masuk SD, apa kesulitan selama di TK, apa kesulitan selama di SD, apakah pernah tinggal kelas, pelayanan khusus yang pernah diberikan, prestasi belajar tiap caturwulan atau semester, mata pelajaran yang dirasa paling sulit, dan mata pelajaran yang paling disenangi.
2. Data orang tua/wali siswa
Selain data mengenai anak, tidak kalah pentingnya adalah informasi mengenai keadaan orang tua/wali siswa yang bersangkutan. Dalam beberapa penelitian diketahui bahwa lingkungan keluarga mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap keberhasilan belajar anak. Lingkungan keluarga dapat meliputi pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, status sosial ekonomi, sikap dan penerimaan orang tua terhadap anak, serta pola asuh yang diterapkan keluarga terhadap anak.
Data orang tua/wali siswa sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai identitas orang tua/wali, hubungan orang tua-anak, data sosial ekonomi orang tua, serta tanggungan dan tanggapan orang tua/ keluarga terhadap anak. Identitas orang tua harus lengkap, tidak hanya identitas ayah melainkan juga identitas ibu, misalnya umur, agama, status, pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, dan tempat tinggal.
Hubungan orang tua-anak menggambarkan sejauh mana intensitas komunikasi antara orang tua dan anak. Misalnya apakah kedua orang tua satu rumah atau tidak, demikian juga dengan anak. Apakah diasuh salah satu orang tua, pembantu, atau keluarga lain. Semua kondisi tersebut mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar anak.
Mengenai data keadaan sosial ekonomi diperlukan agar sekolah dapat memperhitungkan kemampuan orang tua dalam pendidikan anaknya. Data sosial ekonomi dapat mencakup informasi mengenai jabatan formal maupun non formal ayah dan ibu, serta besarnya penghasilan rata-rata per bulan.
Sedangkan mengenai tanggapan orang tua yang perlu diungkapkan antara lain persepsi orang tua terhadap anak, kesulitan yang dirasakan orang tua terhadap anak yang bersangkutan, harapan orang tua dan bantuan yang diharapkan orang tua untuk anak yang bersangkutan.

3. Informasi mengenai profil kelainan anak (AI – ALB)
Informasi mengenai gangguan/kelainan anak sangat penting, sebab dari beberapa penelitian terbukti bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah cenderung memiliki gangguan/kelainan penyerta. Survei terhadap 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6,0 (enam, nol), ditemukan bahwa 71,8% mengalami disgrafia, 66,8% disleksia, 62,2% diskalkulia, juga 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku, 31% gangguan komunikasi, 7,9% cacat / kelainan anggota tubuh, 6,6% gangguan gizi dan kesehatan, 6% gangguan penglihatan, dan 2% gangguan pendengaran (Balitbang, 1996).
Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa (jika ada) perlu diketahui guru. Kadang-kadang adanya kelainan khusus pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung, dapat menjadi salah satu faktor timbulnya problema belajar. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada berat ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan anak terhadap kondisi tersebut.
Contoh format isian untuk identifikasi anak berkelainan yang dapat digunakan oleh sekolah.

E. TINDAK LANJUT KEGIATAN IDENTIFIKASI
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan identifikasi anak berkelainan untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Perencaanaan pembelajaran dan pengorganisasian siswa
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Menetapkan bidang-bidang atau aspek problema belajar yang akan ditangani: Apakah seluruh mata pelajaran, sebagian mata pelajaran, atau hanya bagian tertentu dari suatu mata pelajaran.
b. Menetapkan pendekatan pembelajaran yang akan dipilih termasuk rencana pengorganisasian siswa, apakah bentuknya berupa pelajaran remedial, penambahan latihan-latihan di dalam kelas atau luar kelas, pendekatan kooperatif, atau kompetitif, dan lain- lain.
c. Menyusun program pembelajaran individual.
2. Pelaksanaan pembelajaran
Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta pengorganisasian siswa berkelainan dalam kelas reguler sesuai dengan rancangan yang telah disusun dan ditetapkan pada tahap sebelumnya. Sudah tentu pelaksanaan pembelajaran harus senantiasa disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan anak, tidak dapat dipaksakan sesuai dengan target yang akan dicapai oleh guru. Program tersebut bersifat fleksibel.
3. Pemantauan kemajuan belajar dan evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu mengatasi kesulitan belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan/atau bahkan kemunduran belajar anak. Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih guru perlu terus dimantapkan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan, perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai isi dan pendekatan program, maupun motivasi anak yang bersangkutan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian diharapkan pada akhirnya semua problema belajar anak, secara bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari kemungkinan tidak naik kelas atau bahkan putus sekolah.

filsafat

Manusia tercipta dari dua unsur, tubuh/jasad dan rohani/jiwa. Dengan tubuh/jasad, manusia dapat bergerak dan beraktivitas. Dengan roh/jiwa, manusia dapat mengingat, berfikir, menemukan, mengetahui, berkehendak, memilih, mencintai dan sebagainya.

Tubuh/jasad berasal dari tanah. Hal ini tentu tidak bisa kita pungkiri. Banyak dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits yang menerangkan tentang hal ini. Realita juga membuktikan, ketika seseorang baru saja meninggal dunia, beberapa saat kemudian dikuburkan, tidak berapa lama setelah jasadnya terpendam di dalam tanah, tubuhnya sudah mulai lebur beradaptasi dengan tanah dan akhirnya lenyap menyatu dengan tanah. Atau cobalah ambil segenggam tanah, kemudian kita presentasikan berdasarkan ilmu kimia, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa ternyata tanah tersebut mengandung beberapa unsur. Kemudian kita ambil pula sepotong dari bagian tubuh manusia, lalu kita lakukan penelitian, maka hasil dari penelitian kita juga menyimpulkan bahwa ternyata di dalam tubuh manusia itu mengandung beberapa unsur dan ternyata pula unsur-unsur yang terdapat pada tubuh manusia relatif sama dengan unsur-unsur yang terdapat pada tanah.

Adapun mengenai perihal roh/jiwa manusia. Sampai hari ini masih tetap menjadi perbincangan yang hangat bagi para cerdik cendekiawan, para pakar, terutama yang menggeluti filsafat. Perdebatan mengenai roh/jiwa manusia, masih terus dilakukan. Banyak pendapat-pendapat baru bermunculan. Sering dilakukan diskusi, seminar dan lokakarya, bahkan ada yang melakukan penyelidikan dan penelitian, namun hasilnya belum sampai kepada pokok tujuan dan belum menemukan titik finish yang dapat memuaskan semua pihak.

Allah SWT. melalui firman-Nya di dalam Al-Qur’an, sudah lama mewanti-wanti kita : “Dan orang-orang itu sama bertanya kepadamu (Muhammad) mengenai roh. Katakanlah, roh itu adalah urusan Tuhanku dan kamu semua tidaklah diberi ilmu pengetahuan, melainkan hanya sedikit sekali” (QS. Al-Isra’ ayat 85).

Roh/jiwa adalah makhluk ciptaan seperti juga makhluk-nakhluk lainnya yang diciptakan Allah, yang keberadaannya diciptakan atas perintah Allah Yang Maha Agung dan Maha Tinggi. Al-Hafizh Al-Qurthubi menerangkan bahwa ayat Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 85 tersebut merupakan dalil tentang penciptaan roh, di mana keberadaanya termasuk urusan yang besar dari urusan Allah. Keberadaan roh/jiwa memang sengaja disamarkan oleh Allah SWT. Hal ini dimaksudkan agar manusia menyadari akan kelemahan dirinya, yang tidak banyak tahu tentang hakekat dirinya, pengetahuannya bahkan wujud dirinya sendiri serta tidak bisa berbuat apa-apa di hadapan Allah Yang Maha Perkasa.

Menyelidiki tentang roh/jiwa manusia, laksana meminum air di lautan, semakin banyak diminum maka semakin haus dan dahaga. Atau laksana memperturutkan hawa nafsu, semakin diperturutkan semakin tidak puas. Oleh karena itu, sia-sialah kalau terlalu dalam kita membahas tentang roh/jiwa, kapasitas kita tidak akan seimbang dan sangat mustahil dapat menghasilkan sesuatu yang memuaskan. Sayid Sabiq seorang guru besar Universitas Al-Azhar Kairo, dalam kitab beliau Al-’aqaaidul Islamiyyah menegaskan bahwa sudah jelas ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia itu sangat terbatas, sehingga manusia tidak mungkin mengenal hakikat suatu benda/materi, dan tidak mungkin pula mampu memecahkan dengan sesungguhnya apa saja yang ia rasakan di sekitarnya. Apatah lagi perihal roh/jiwa manusia , ia tidak mungkin cukup pengetahuan untuk membahas tentang sesuatu yang memang telah dirahasiakan oleh Allah SWT.

Roh/jiwa merupakan suatu zat yang memiliki sifat yang tersendiri dan berbeda jauh dengan benda-benda lainnya. Ia adalah jisim nuraniah (semacam nur atau cahaya) yang mempunyai kedudukan yang amat tinggi dan dapat menjalar dalam rongga tubuh, laksana menjalarnya air dalam tangkai dan daun tetumbuhan. Keberadaan roh dalam tubuh dapat memberikan kesan kehidupan dan apa saja yang berhubungan dengan kehidupan tersebut.

Rabu, 24 November 2010

fils

Arnold Joseph Toynbee CH (April 14, 1889 - 22 Oktober 1975) adalah seorang sejarawan Inggris yang dua belas analisis volume naik dan turunnya peradaban, Sebuah Kajian Sejarah, 1934-1961, adalah sintesis dari sejarah dunia, sebuah metahistory berdasarkan irama universal meningkat, berbunga dan menurun, yang diperiksa sejarah dari perspektif global. Sebuah pandangan keagamaan meresapi Studi dan membuatnya sangat populer di Amerika Serikat, Toynbee menolak humanisme Yunani, keyakinan Pencerahan dalam kebaikan esensial kemanusiaan, dan apa yang dianggap sebagai "dewa palsu" nasionalisme modern. Toynbee pada periode 1918-1950 adalah seorang konsultan terkemuka Inggris kepada pemerintah pada urusan internasional, terutama mengenai Timur Tengah.
Simak
Baca secara fonetik

Pada tahun 1936-1954, sepuluh Toynbee's-volume Studi Sejarah keluar dalam tiga angsuran terpisah. Dia mengikuti Oswald Spengler dalam mengambil pendekatan topikal banding ke peradaban independen. Toynbee mengatakan mereka menunjukkan kesejajaran yang mencolok dalam asal mereka, pertumbuhan, dan membusuk. Toynbee menolak model biologis Spengler tentang peradaban sebagai organisme dengan rentang kehidupan khas dari 1.000 tahun.

Dari 26 peradaban Toynbee diidentifikasi, enam belas telah mati tahun 1940 dan sembilan dari sepuluh sisanya terbukti telah rusak. Hanya peradaban barat yang masih berdiri. Dia menjelaskan kerusakan sebagai kegagalan daya kreatif dalam minoritas kreatif, yang selanjutnya menjadi 'dominan' yang hanya minoritas, yang diikuti oleh penarikan menjawab kesetiaan dan mimesis pada bagian mayoritas; akhirnya ada kerugian akibat sosial persatuan dalam masyarakat secara keseluruhan. [5]

Toynbee menjelaskan penurunan sebagai akibat kegagalan moral mereka. Banyak pembaca, terutama di Amerika, bersukacita dalam implikasi (dalam jilid 1-6.) yang hanya kembali ke beberapa bentuk Katolik dapat menghentikan runtuhnya peradaban barat yang dimulai dengan Reformasi. Volume 7-10, yang diterbitkan pada tahun 1954 meninggalkan pesan agama dan penonton populer menyelinap pergi, sedangkan ulama gembira mengambil terpisah kesalahannya. [6]
Simak

Selasa, 23 November 2010

fils manusia

Tubuh
penampilan fisik tubuh manusia adalah pusat kebudayaandan kesenian.

Dalam setiap kebudayaan manusia, orang gemar memperindah tubuhnya, dengantato,kos metik,pakaian,perhias an atau ornamen serupa. Model rambut juga mempunyai pengertian kebudayaan penting.K ecantikan ataukeburukan
rupa adalah kesan kuat subyektif dari penampilan seseorang.

Kebutuhan individu terhadapmakanan danminuman teratur secara jelas tercermin dalam kebudayaan manusia (lihat pula ilmu makanan). Kegagalan mendapatkan makanan secara teratur akan berakibat rasa lapar dan pada akhirnyakelaparan (lihat jugamalnutris i).

Rata-rata waktutidur adalah 8 jam per hari untuk dewasa dan 9–10 jam untuk anak-anak. Orang yang lebih tua biasanya tidur selama 6–7 jam. Sudah umum, namun, dalam masyarakatmodern bagi orang-orang untuk mendapat waktu tidur kurang dari yang mereka butuhkan.
Tubuh manusia diancam prosespenuaan danpenyakit. Ilmu pengobatan
adalah ilmu pengetahuan yang menelusuri metode penjagaankes ehatan tubuh.
E.Kelahiran dank ematian
Kehidupan subyektif individu berawal pada kelahirannya, atau dalam fase
kehamilan terdahulu, selama janin berkembang di dalam tubuh ibu. Kemudian

kehidupan berakhir dengankemati an individu. Kelahiran dan kematian sebagai peristiwa luar biasa yang membatasi kehidupan manusia, dapat mempunyai pengaruh hebat terhadap individu tersebut. Kesulitan selama melahirkan dapat berakibattrauma dan kemungkinan kematian dapat menyebabkan rasa keberatan (tak mudah) atauketakutan (lihat pula


Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan oleh Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan manusia bahwa dirinya tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya yang menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen- konstituen non material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran , institusi, ide dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dabukti kecerdasan manusia.

Empirisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu empiria yang artinya pengalaman..Empirisme memandang hanya pengalaman inderawilah sebagai satu-satunya sumber kebenaran dan kepastian pengetahuan manusia.

Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan oleh Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan manusia bahwa dirinya tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya yang menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen-konstituen non material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran , institusi, ide dan idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dari bukti kecerdasan manusia.

Mahmudi, Studi Kasus Sebagai Strategi Riset untuk Mengembangkan Akuntansi Sektor Publik
ISSN: 1410 – 2420
JAAI VOLUME 7 NO. 1, JUNI 2003
53
agar dapat diperoleh hasil yang obyektif. Tujuan penelitian yang
berlandaskan filsafat positivisme adalah menyusun bangunan ilmu
nomothetik, yaitu ilmu yang berupaya membuat hukum dan
generalisasinya. Kebenaran dicari melalui hubungan kausal-linear.
Secara aksiologis, positivisme menuntut agar penelitian itu
bebas nilai (value free). Positivisme mengejar obyektivitas agar dapat
ditampilkan prediksi atau hukum yang keberlakuannya bebas waktu dan
tempat (Muhadjir, 2002, pp. 11-14).
Para peneliti positivisme lebih memilih data kuantitatif daripada
data kualitatif. Mereka berusaha untuk mencari obyektivitas ilmu melalui
pengujian hipotesis dengan alat ukur yang pasti dan tepat. Kebanyakan
para peneliti terapan (seperti: kriminolog, analis kebijakan, evaluator
program, periset pasar, dan perencana) menganut positivisme.
Pendekatan positivistik mengandung beberapa kelemahan
sehingga memunculkan aliran post-positivisme. Aliran post-positivisme
ini antara lain aliran rasionalisme, interpretive social science,c r itic a l
social science, feminisme, dan post-modernism.
Tokoh-tokoh post-positivisme rasionalisme antara lain Daniel
Bell, Toynbee, Herbert Spencer, dan John Dewey (Neuman, 2003). Post-
positivisme rasionalistik menggunakan rasionalisme dalam menyusun
kerangka teori dan memberikan intepretasi atas hasil penelitian serta
menggunakan empirisme dalam menguji obyek penelitiannya. Menurut
positivisme, ilmu yang valid adalah ilmu yang dibangun dari empiri,
sedangkan menurut rasionalisme ilmu yang valid merupakan abstraksi,
simplifikasi, atau idealisasi dari realitas dan terbukti koheren dengan
sistem logikanya. Positivisme dinilai lemah dalam hal membangun
konsep teoritik. Ilmu-ilmu yang dikembangkan dengan metodologi yang
berlandaskan positivisme menjadi miskin konseptualisasi teoritiknya.
Tidak ada teori-teori baru yang mendasar yang muncul, sehingga
banyak ilmu sosial yang mengalami stagnasi (Muhadjir, 2..Kelompok rasionalisme juga mengkritik positivisme yang mengandalkan
kebenaran pada empirik inderawi saja. Menurut rasionalisme,
kemampuan manusia untuk menggunakan daya pikir dan nalar (empirik
logik) bisa memberikan arti yang lebih berarti daripada empirik inderawi.
Pendekatan positivistik dan rasionalisme juga mengandung
kelemahan, sehingga memunculkan aliran interpretive social science
yang mengoreksi kelemahan tersebut. Kelemahan dalam rasionalisme
adalah terlalu percaya pada empirik logik serta mengabaikan
phenomena berupa persepsi dan keyakinan subyek tentang sesuatu di
luar subyek yang bersifat transenden. Tokoh interpretive social science
antara lain Max Weber (1864-1920), Wilhem Dilthey (1833-1914)
dengan bukunya “Einleitung in die Geisteswissenshaften”
Pendekatan positivisme dan rasionalisme hanya mengakui kebenaran
apabila dapat dibuktikan melalui empirik inderawi dan empirik logik.
Sementara itu, pendekatan interpretive social science mengakui adanya
kebenaran empirik etik yang memerlukan akal budi untuk melacak
kebenaran, menjelaskan fenomena, dan berargumentasi. Jadi kriterianya
bukan sekedar benar dan salah, akan tetapi mencakup nilai moral.
Asumsi dasarnya adalah bahwa manusia dalam berilmu pengetahuan
tidak dapat lepas dari pandangan moralnya, baik dalam tahap mengamati,
menghimpun data, menganalisis, maupun dalam membuat kesimpulan.
Pendekatan interpretive mengajak untuk menggunakan logika
reflektif di samping logika induktif dan deduktif, serta logika materiil dan
logika probabilistik. Pendekatan interpretive bukan hendak menampilkan
teori dan konsep yang bersifat normatif atau imperatif, namun
mengangkat makna etika dalam berteori dan berkonsep.

tokoh filsafat tonybee

demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.

Juga terkait dengan pengertian demokrasi, ada beberapa tokoh yang memberikan definisi diantaranya;
Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis. (Bernard Lewis et. al, 2002, 116).

Dalam tataran normatif (demokrasi normatif) teori demokrasi adalah sesuatu yang sangat bagus, namun dalam tataran empiriknya (demokrasi empirik) demokrasi sulit-sulit susah untuk diwujudkan. Jika kita menilik konsep demokrasi yang memberikan perhatian besar kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia, kebebasan, dan keadilan sosial dalam mengatur kemaslahatan bermasyarakat dan bernegara, tentu siapapun orang dan apapun agamanya tidak akan menolak. Lalu, kenapa konsep demokrasi seperti seseorang ingin menggapai bulan? Dari jauh kelihatan indah dan menentramkan jiwa tapi sulit digapai dengan tangan………………

Pola Gerak Demokrasi

Tulisan ini mencoba untuk melihat perkembangan demokrasi dari kerangka filsafat sejarah yang tokohnya adalah A. J. Toynbee yang terkenal dengan teori sejarahnya “ sejarah yang bergerak siklus”. Menurut Toynbee sejarah bergerak dalam satu siklus (lingkaran) yang selalu berulang. Tetapi pengulangan itu akan menemukan wujud yang berbeda, yaitu berulang dalam bentuk yang lebih halus dan sempurna. Toynbee juga mengemukakan gambaran tentang sejarah manusia bagaikan suatu lingkaran perubahan berkepanjangan dari peradaban : lahir, tumbuh, pecah dan hancur.

Toynbee mengemukakan gambaran tentang sejarah manusia bagaikan suatu lingkaran perubahan berkepanjangan dari peradaban : lahir, tumbuh, pecah dan hancur. Kese­luruhan proses ini berkaitan erat dengan pelaksanaan fungsi elit dan antar hubungan elit dengan massa rakyat, baik dengan prole­tariat internal maupun eksternal.

Jika coba dibawakan gambaran tentang sejarah manusia yang dikemukakan oleh Toynbee diatas kepada demokrasi. Maka, demokrasi lahir dalam masyarakat Yunani Kuno pada mulanya. Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 SM sampai abad ke-6 M. Demokrasi yang dipraktikan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung (direct democracy) artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung itu berjalan secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota kecil dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang. Selain itu ketentuan-ketentuan menikmati hak demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, sedangkan bagi warga negara yang berstatus budak belian, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmatinya.

Toynbee mengajukan teori yang dikenal sebagai linier concept. Dalam bukunya yang mashur, A Study of History, ia mengatakan bahwa sebuah peradaban bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri secara utuh (an independent totality), tapi suatu perkembangan atau kemajuan (progression) – suatu evolusi – dari peradaban yang rendah (yang berkembang) menjadi lebih tinggi. Peradaban Islam, katanya, tumbuh dari kebudayaan terdahulu yang lebih rendah, yaitu kebudayaan Iran dan Arab, yang lahir melalui masyarakat Siria. Jadi, peradaban Islam tidak perlu mati (need not have died) – alias tidak akan mati, bahkan bisa menjadi kebudayaan lebih tinggi, bila mampu menghadapi dengan baik tantangan yang muncul pada abad 13 dan 14. Menurut Toynbee, setiap peradaban akan hidup selamanya bila mampu menghadapi setiap tantangan yang terus-menerus datang.[2]

Untuk itulah mereka melakukan studi yang mendalam tentang sejarah berbagai peradaban dunia. Dengan demikian, hasil studi yang mereka ungkapkan itu, tentu bukan hanya sebuah informasi, apalagi hanya sebuah wacana. Apa yang mereka kemukakan itu sudah pasti dihidangkan sebagai sebuah pelajaran, khususnya bagi bangsa mereka sendiri, dan lebih khusus lagi tentu bagi kalangan intelektual dan teknokratnya, yang memang merupakan penanggung-jawab maju-mundurnya peradaban.

Menurut Arnold Toynbee, era modern dimulai sejak adanya clash antara kaum agamawan dan ilmuan, yang tepatnya pada abad 15 di Eropa-barat.

Arnaold J. Toynbee (1889)
Ia adalah seorang sarjana Inggris yang terkenal dengan karangannya: A Study of History yang terdiri dari 12 jilid. Teori Toynbee didasarkan atas penyelidikan 21 kebudayaan yang sempurna seperti Junani-Roma, Maya (Amerika Tengah). Dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. Seperti Eskimo, Sparta, Turki. Kesimpulan toynbee adalah bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasaai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti. Kebudayaan menurut Toynbee adalah wujud daripada kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah melalui tingkatan sebagai berikut:
 Genesis of Civilitation-lahirnya kebudayaan
 Growth of civilitation-perkembangan kebudayaan
 Decline of civilitation-keruntuhan kebudayaan
Suatu kebudayaan terjadi, dilahirkan karena tantangan dan jawaban antara manusia dan alam sekitar. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kejadian digerakkan oleh sebagian kecil dari pihak-pihak kebudayaan itu. Jumlah kecil(minority) menciptakan kebudayaan dan massa (mayority) meniru. Tanpa minority yang kuat dan dapat mencipta maka suatu kebudayaan tidak dapat berkembang.
Garis besar teori Toynbee mirip dengan tafsiran Santo Agustinus dan akhir dari gerak sejarah sama pula dengan civitas die.
Spengler dan Toynbee lebih menekankan pada proses atau tujuan sejarah. Sedangkan Karl Marx condong pada garis linier. Dalam kaitannya dengan Spengler dan Toynbee bahwa sejarah bukan hanya yang terjadi sampai sekarang atau yang lampau tetapi juga yang akan terjadi.

tugasQ

Dalam mengaji peradaban itu, Toynbee melakukan pendekatan yang sama (Sztompka, 2004:173-174). Ia dengan detail mengulas tentang asal usul, pertumbuhan, kemuduran, status universal, dan disintegrasi. Ia membuat generalisasi berdasarkan semua bukti historis yang pernah tercatat. Menurutnya, unit studi sejarah yang tepat bukan keseluruhan umat, bukan pula satu negara-bangsa tertentu tetapi adalah “unit menengah” yang rentangan ruang dan waktunya lebih besar daripada sebuh masyarakat tertentu tetapi lebih kecil daripada kemanusiaan, yakni peradaban. Gagasan tentang adanya keunikan atau potensi dominan dalam setiap peradaban muncul kembali. Contohnya, estetika dalam peradaban Hellenis; agama dalam peradaban Hindu; ilmu dan teknologi dalam peradaban Barat.

Toynbee melihat gejala peradaban sebagai sebuah siklus. Dalam pandangan ini peradaban, seperti halnya riwayat organisme hidup, mengalami tahap-tahap kelahiran, tumbuh dewasam dan runtuh. Dalam proses perputaran itu sebuah peradaban tidak selalu berakhir dengan kemusnahan total. Terdapat kemungkinan bahwa proses itu berulang, meskipun dengan corak yang tidak sepenuhnya sama dengan peradaban yang mendahuluinya (Rahardjo, 2002:5-12). Toynbee menyatakan bahwa peradaban peradaban baru yang menggantikannya itu dapat mencapai prestasi melebihi peradaban yang digantikannya. Lebih lanjut lagi bagi Toynbee peradaban adalah suatu rangkaian siklus kehancuran dan pertumbuhan, tetapi setiap peradaban baru yang kemudian muncul dapat belajar dari kesalahan-kesalahan dan meminjam kebudayaan dari tempat lain. Dengan demikian, memungkinkan setiap siklus baru memunculkan tahap pencapaian yang lebih tinggi. Ini berarti setiap siklus dibangun di atas peradaban yang lain (Rahardjo, 2002:5-12).

Toynbee membagi pentahapan ke dalam tiga periode utama, yaitu geneses, growth, dan breakdown. Namun karena Toynbee memberikan perhatian paling besar pada periode ketiga, maka bagian ini masih disambung lagi dengan tahap-tahap disintegrations, universal states, universal churches, dan heroic ages, yang menandai akhir suatu siklus dan awal siklus baru. Disamping itu Toynbee dalam bukunya A Study of History masih menambahkan aspek-aspek lain dari gejala peradaban, yakni contacs between civilization in space, dan contact between ciivlization in time.

Peradaban bagi Toynbee bermula ketika manusia mampu menjawab tantangan lingkungan fisik yang keras kemudian berhasil juga dalam menjawab tantangan lingkungan sosial. Pertumbuhan terjadi tidak hanya ketika tantangan tertentu berhasil diatasi, tetapi juga karena mampu menjawab lagi tantangan berikutnya. Kriteria pertumbuhan itu tidak diukur dari kemampuan manusia mengendalikan lingkungan fisik (misalnya melalui teknologi), atau pengendalian lingkungan sosial (misalnya melalui penaklukan), melainkan diukur dari segi peningkatan kekuatan yang berasal dari dalam diri manusia, yakni semangat yang kuat (self determination) untuk mengatasi rintangan-rintangan eksternal. Dengan kata lain, kekuatan yang mendorong pertumbuhan itu bersifat internal dan spiritual (Rahardjo, 2002:5-12).

Mengapa peradaban bisa muncul? Pertanyaaan itulah yang mengawali pemikiran Toynbee tentang munculnya peradaban. Pada mulanya ia berpikiran bahwa faktor gen dalam ras dan kondisi lingkungan fisiklah yang menjadi landasan utama munculnya peradaban. Akan tetapi pada akhirnya pemikiran tesebut digugurkannya sendiri. Tidak ada ras yang superior dan tidak ada lingkungan fisik yang benar-benar menciptakan peradaban dalam sendirinya. Hal ini dikarenakan ras dan lingkungan fisik hanya bersifat membantu perkembangan peradaban (Lauer, 2001:49-57).

Peradaban muncul karena dua faktor yang berkaitan: adanya minoritas kreatif dan kondisi lingkungan. Antara keduanya tak ada yang terlalu menguntungkan atau terlalu merugikan bagi pertumbuhan kultur. Mekanisme kelahiran dan dinamika kelangsungan hidup kultur dijelmakan dalam konsep tantangan dan tanggapan (challange and response). Lingkungan (mula-mula alamiah, kemudian juga sosial) terus menerus menantang masyarakat, dan masyarakat melalui minoritas kreatif menentukan cara menanggapi tantangan itu. Segera setelah itu tantangan ditanggapi, muncul tantangan baru dan diikuti oleh tanggapan berikutnya (Sztompka, 2004:173-174).

Toynbee memperkenalkan sejarah dalam kaitan dengan challenge-and-response. Peradaban muncul sebagai jawaban atas beberapa satuan tantangan kesukaran ekstrim, ketika "minoritas kreatif" yang mengorientasikan kembali keseluruhan masyarakat. Minoritas kreatif ini adalah sekelompok manusia atau bahkan individu yang memiliki "self-determining" (kemampuan untuk menentukan apa yang hendak dilakukan secara tepat dan semangat yang kuat). Dengan adanya minoritas kreatif, sebuah kelompok manusia akan bisa keluar dari masyarakat primitif.

Tantangan dan tanggapan adalah bersifat fisik, seperti ketika penduduk zaman neolithik berkembang menjadi suatu masyarakat yang mampu menyelesaikan proyek irigasi besar-besaran; atau seperti ketika Gereja Agama Katholik memecahkan kekacauan post-Roman Eropa dengan pendaftaran Kerajaan berkenaan dengan bahasa Jerman yang baru di dalam masyarakat religius tunggal.

Peradaban muncul sebagai tanggapan atas tantangan. Mekanisme sebab-akibat bukanlah sesuatu yang benar-benar ada, tetapi hanya sekadar hubungan, dan hubungan itu dapat terjadi antara manusia dan alam atau antara manusia dan manusia. Sebagai contoh, peradaban Mesir sebagai hasil tanggapan yang memadai atas tantangan berasal dari rawa dan hutan belantara lembah Nil, sedangkan peradaban lain muncul dari tantangan konflik antarkelompok.

Peradaban hanya tercipta karena mengatasi tantangan dan rintangan, bukan karena menempuh jalan yang terbuka lebar dan mulus. Toynbee membahas lima perangsang yang berbeda bagi kemunculan peradaban, yakni kawasan yang: ganas, baru, diperebutkan, ditindas, dan tempat pembuangan (Lauer, 2001:49-57). Kawasan ganas mengacu pada lingkungan fisik yang sukar ditaklukkan, seperti wilayah yang terbiasa untuk banjir bandang yang sensntiasa mengancam seperti di sepanjang sungan Hoang Ho, Cina. Kawasan baru mengacu kepada daerah yng belum pernah diolah dan dihuni, sehingga masyarakat akan merasa asing dan melakukan upaya untuk adaptasi. Kawasan yang dipersengketakan, temasuk yang baru ditaklukkan dengan kekuatan militer. Kawasan tetindas menunjukkan suatu situasi ancaman dari luar yang berkepanjangan. Kawasan hukuman atau pembuangan mengacu pada kawasan tempat kelas dan ras yang secara historis telah menjadi sasaran penindasan, diskriminasi, dan eksloitasi (Lauer, 2001:49-57).

Yang jelas, bila kita mendapat tantangan, kita tidak selalu memberikan tanggapan yang dapat membangkitkan suatu peradaban. Namun demikian, tidak semua tantangan bisa dianggap sebagai sebuah rangsangan positif. Ada pula tantangan yang tidak menimbulkan peradaban. Dalam Ali (Purnomo, 2003) diterangkan bahwa dalam alam yang baik, manusia akan berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan, seperti di Eropa, India, dan Cina. Di daerah yang terlalu dingin seolah-olah kegiatan manusia membeku (Eskimo), di daerah yang terlalu panas tidak dapat timbul suatu kebudayaan (Sahara, Kalahari, Gobi). Tantangan itu mungkin sedemikian hebatnya sehingga orang tidak dapat menciptakan tanggapan memadai. Oleh karena itu, tidak ada hubungan langsung antara tantangan dan tanggapan, tetapi hubungannya berbentuk kurva linear. Artinya tingkat kesukaran yang sangat besar dapat membangkitkan tanggapan yang memadai, tetapi tantangan ekstrim dalam arti terlalu lemah dan terlalu keras, tidak mungkin membangkitkan tanggapan memadai (Lauer, 2001:49-57).

Dalam fase pertumbuhan peradaban, tanggapan senantiasa berhasil, minoritas kreatif membuat upaya baru untuk menanggapi tatangan baru dan dengan cara demikian menghancurkan tradisi yang dianggap kolot dan primitif (Rahardjo, 2002:5-12). Artinya peradaban mulai berkembang ketika minoritas keatif menemukan suatu tantangan dan kemudian merespon dan menemukan jalan keluar dan inovasi (http://en.wikipedia.org/wiki/A_Study_of_History).

Oleh karena itu, pertumbuhan itu terjadi pada saat jawaban terhadap tantangan tidak hanya berhasil dilalui, tetapi juga keberhasilan itu menimbulkan tantangan lanjutan yang kembali dapat diatasi. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan itu. Sejumlah kecil (minoritas) itu menciptakan kebudayaan; dan massa yang lain (mayoritas) meniru. Tanpa minoritas yang kuat dan dapat mencipta, suatu kebudayaan tidak dapat berkembang.

Pertumbuhan atau kemajuan sesungguhnya adalah energi kreatif yang tumbuh sebagai akibat dari pengalaman-pengalaman sebelumnya dalam mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Ia mengatakan bahwa kemajuan manusia seharusnya diukur dari peningkatan semangat yang kuat (self-determination) yang biasanya dimiliki oleh sekelompok kecil individu yang kreatif (minority of creative persons). Dengan demikian, kekuatan yang mendorong pertumbuhan itu bersifat internal dan sipiritual (Rahardjo, 2002:5-12).

Pertumbuhan peradaban tergantung pada perilaku minoritas kreatif. Seluruh tindakan sosial adalah karya individu-individu pencipta. Namun kebanyakan umat manusia cenderung tetap teperosok ke dalam cara-cara hidup lama. Oleh karena itu, tugas minoritas kreatif bukanlah semata-mata menciptakan bentuk-bentuk dan proses-proses sosial baru, melainkan juga menciptakan cara-cara membawa mayoritas ini bersama-sama dengan mereka untuk mencapai kemajuan. Dengan pimpinan elit, peradaban akan tumbuh melalui serentetan tanggapan yang berhasil menghadapi tantangan yang berkelanjutan.

Toynbee dalam Lauer (2001) menyebut tahap pertumbuhan (growth) sebagai proses “penghalusan”, yakni pergeseran penekanan dari alam kemanusiaan atau perilaku yang lebih rendah ke taraf yang lebih tinggi. Ini berarti menaklukkan rintangan awal sehingga dengan demikian energi dapat tersalurkan untuk menanggapi tantangan yang lebih bersifat internal dari pada yang bersifat eksternal, dan yang bersifat spiritual ketimbang material. Pertumbuhan demikian berarti peningkatan penentuan nasib sendiri, dan ini menimbulkkan deferensiasi terus menerus di antara bagian-bagian masyarakat. Diferensiasi ini tejadi karena sebagian masyarakat tertentu berhasi memberikan tanggapan memadai atas tantangan; sebagian yang lain berhasil dengan jalan meniru bagian yang berhasil itu. Sebagian yang lain lagi gagal, baik dalam menciptakan atau meniru, dan demikian akan mendekati kematian. Akibatnya adalah berkembangnya ciri khas tertentu di dalam setia peradaban. Peradaban Yunani misalnya, memiliki keunggulan pandangan estetika mengenai kehidupan sebagai suatu keseluruhan. Peradaban hindu dan India cenderung menuju ke suatu pandangan hidup yang mengtamakan keagamaan (Lauer, 2001:49-57).

Senin, 22 November 2010

Toynbee

Arnold Joseph Toynbee CH (April 14, 1889 – October 22, 1975) was a British historian whose twelve-volume analysis of the rise and fall of civilizations, A Study of History, 1934–1961, was a synthesis of world history, a metahistory based on universal rhythms of rise, flowering and decline, which examined history from a global perspective. A religious outlook permeates the Study and made it especially popular in the United States, for Toynbee rejected Greek humanism, the Enlightenment belief in humanity's essential goodness, and what he considered the "false god" of modern nationalism. Toynbee in the 1918-1950 period was a leading British consultant to the government on international affairs, especially regarding the Middle East.

Arnold Toynbee
(Orang pertama yang melontarkan Istilahpostmo dernist
pada tahun 1939)

Postmodernisme adalah sebuah aliran pemikiran

dan menjadi semacam paradigma baru, yang
merupakan antitesis dari modernisme, yang
dinilai telah gagal dan tidak lagi relevan dengan
perkembangan zaman. Modernisme yang
ditandai oleh kepercayaan penuh pada
keunggulan sains, teknologi, dan pola hidup
sekuler, ternyata tidak cukup kokoh untuk
menopang era industrialisasi yang
dikampanyekan dapat membawa kesejahteraan
dalam kehidupan masyarakat (

filsafat sejarah tentang empirisisme Toynbee

Tafsiran Arnold J. Toynbee
Arnold J. Toynbee mengarang buku A Study of History tahun 1933. Teori Toynbee didasarkan atas penelitian terhadap 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. 21 kebudayaan yang sempurna, antara lain: Yunani, Romawi, Maya, Hindu, Barat/Eropa, dsb, yang kurang sempurna, antara lain: Eskimo, Sparta, Polinesia, Turki. Kesimpulan Toynbee ialah bahwa gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-keudayaan dengan pasti. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee ialah wujud kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah berjalan menurut tingkatan-tingkatan seperti berikut (http://nobsnews.blogspot.com/1993 /10/introduction.htm):
a. genesis of civilizations, yaitu lahirnya kebudayaan
b. growth of civilizations, yaitu perkembangan kebudayaan
c. decline of civilizations, yaitu keruntuhan kebudayaan:
1. breakdown of civilizations, yaitu kemerosotan kebudayaan
2. disintegration civilization, yaitu kehancuran kebudayaan
3. dissolution of civilization, yaitu hilang dan lenyapnya kebudayaan
Suatu kebudayaan terjadi, karena challenge and response atau tantangan dan jawaban antara manusia dengan alam sekitarnya). Dalam alam yang baik manusia berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan seperti di Eropa, India, Tiongkok. Di daerah yang terlalu dingin seolah-olah manusia membeku (Eskimo), di daerah yang terlalu panas tidak dapat timbul juga suatu kebudayaan (Sahara, Kalahari, Gobi), maka apabila tantangan alam itu baik timbullah suatu kebudayaan.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan. Jumlah kecil itu menciptakan kebudayaan dan jumlah yang banyak (mayoritas) meniru keudayaan tersebut. Tanpa minoritas yang kuat dan dapat mencipta, suatu kebudayaan tidak dapat berkembang. Apabila minoritas lemah dan kehilangan daya mencipta, maka tantangan dari alam tidak dapat dijawab lagi. Minoritas menyerah, mundur, maka pertumbuhan kebudayaan tidak ada lagi. Apabila kebudayaan sudah memuncak, maka keruntuhan (decline) mulai tampak. Keruntuhan itu terjadi dalam 3 masa, yaitu:
a. kemerosotan kebudayaan, terjadi karena minoritas kehilangan daya mencipta serta kehilangan kewibawaannya, maka mayoritas tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas pecah dan tentu tunas-tunas hidupnya suatu kebudayaan akan lenyap.
b. kehancuran kebudayaan mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti, maka seolah-olah daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan itu tanpa jiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembatuan atau kebudayaan itu sudah menjadi batu, mati dan mejadi fosil.
c. lenyapnya kebudayaan, yaitu apabila tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.
Untuk mwnhindarkan keruntuhan suatu kebudayaan yang mungkina dilakukan adalah mengganti norma-norma kebudayaan dengan norma-norma ketuhanan. Dengan pergantian itu, maka tujuan gerak sejarah ialah kehidupan ketuhanan atau kerajaan Allah menurut paham Protestan. Dengan demikian garis besar teori Toynbee mirip dengan Santo Agustinus, yaitu akhir gerak sejarah adalah Civitas Dei atau Kerajaan Tuhan.

ada siklus kehidupan peradaban manusia dan tafsiran dari Arnold j. Toynbee adalah runtuhnya peradaban Barat dan munculnya peradaban baru yang bisa lebih menyeimbangkan paradigma/ pandangan terhadap dunia.

Arnold Toynbee menyebutkan terjadinya ketimpangan yang sangat besar antara sains dan teknologi yang berkembang sedemikian pesat dan kearifan moral dan kemanusiaan yang sama sekali tidak berkembang, kalau tidak dikatakan malah mundur ke belakang.


Pendapat Ibnu Kholdum Tentang Sejarah
Ibnu Kholdun (1332-1406) adalah seorang sarjana Arab yang ternama, ialah yang dapat dipandang sebagai ahli sejarah yang paling pertama. Teorinya didasarkan pada kehendak Tuhan sebagai pangkal gerak sejarah seperti Santo Agustinus, akan tetapi Ibnu Kholdun tidak memusatkan perhatiannya kepada akhirat. Baginya sejarah adalah ilmu berdasarkan kenyataan, tujuan sejarah ialah agar manusia sadar akan perubahan-perubahan masyarakat sebagai usaha penyempurnaan peri kehidupannya. Pendapat Ibnu Kholdun tertuang dalam bukunga An Arab Philosophy of history translated and arranged by Charles Issawi MA, halaman 26-30:
Sejarah ialah kisah masyarakat manusia atau kisah kebudayaan dunia, yaitu kisah perubahan-perubahan yang terjadi karena kodrat masyarakat itu seperti masa kebiadaban, masa saling membantu terus ke masa persatuan golongan, kisah revolusi, pemberontakan yang timbul antara bangsa dengan bangsa dan kisah kerajaan-kerajaan dan negara-negara yang timbul karena revolusi dan pemberontakan itu, kisah kegiatan dan pekerjaan manusia, yaitu pekerjaan untuk mendapatkan nafkah, atau kegiatan dalam macam-macam ilmu dan usaha, dan umumnya kisah dari perubahan yang terjadi karena kodrat manusia. Keadaan dunia dan keadaan negara-negara dan adat lembaganya serta cara-cara penghidupannya (produksi) tidak tinggal tetap dan bersifat kekal (tak berubah) akan tetapi terus berubah sepanjang masa dan berubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Demikian halnya manusia, waktu, kota-kota mengalami perubahan, maka iklim, masa, daerah dan negara juga akan mengalami perubahan itulah hukum yang telah ditentukan oleh Allah untuk para mukmin (R. Moh. Ali, 1963: 72).
Dengan tegas Ibnu Kholdun menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena qadar Tuhan, yang terdapat dalam masyarakat adalah “naluri” untuk berubah. Justru perubahan-perubahan itu berupa revolusi, pemberontakan, pergantian lembaga, dsb, maka masyarakat dan negara akan mengalami kemajuan. Manusia dan semua lembaga-lembaga yang diciptakannya dapat maju karena perubahan. Ibnu Kholdun dengan tegas menyatakan perubahan sebagai dasar kemajuan dan itulah yang kemudian disebut teori evolusi (teori kemajuan) yang dicetuskan oleh Charles Darwin.
Perbedaan antara teori Santo Agustinus dan Ibnu Kholdun tampak dari akhir tujuan terakhir. Agustinus mengakhiri sejarah dengan dwitunggal sorga-neraka, bagi Ibnu Kholdun sejarah menuju ke arah timbulnya beraneka warna masyarakat, negara dengan manusianya menuju ke arah kesempurnaan hidup. Teori Agustinus menciptakan manusia menyerah, teori Ibnu Kholdun mendidik manusia menjadi pejuang yang tak kenal mundur. Puncak gerak sejarah ialah umat manusia bahagia dengan beraneka ragam masyarakat, negara, kesatuan hidup lainnya yang sempurna.

D. Renaissance dan Akibatnya
Pada masa renaissance pengaruh gereja mulai berkurang. Perhatian manusia berubah dari dunia-akhirat ke dunia-fana, kepercayaan pada diri pribadi sendiri bertambah dalam diri manusia. Sifat menyerah pada nasib berkurang dan harga diri memperkuat semangat otonom manusia. Semangat otonom itulah yang mendorong manusia ke arah pengertian tentang kehendak Tuhan.
Kemajuan ilmu pengetahuan seirama dengan kemajuan filsafat dan teknik mengakibatkan timbulnya alam fikiran baru di Eropa. Manusia lambat laun melepaskan diri ari agama serta berani mengembangkan semangat otonom. Sumber gerak sejarah tidak di cari di luar pribadinya, tetapi dicari dari dalam diri sendiri. Hubungan dengan cosmos diputus, ikatan dengan Tuhan ditiadakan, manusia berdiri sendiri (otonom.
Gerak sejarah berpangkal pada kemajuan (evolusi), yaitu keharusan yang memaksa segala sesuatu untuk maju. Manusia melenyapkan sorga-neraka sebagai tujuan, tujuan fatum yang serba tidak tentu diberi batasan yang jelas. Gerak sejarah menuju ke arah kemajuan yang tidak ada batasnya. Evolusi tak terbatas adalah tujuan manusia. Abad ke-18 dan 19 merupakan masa revolusi jiwa yang luar biasa, yaitu suatu revolusi yang mematahkan kekuatan heteronomi. Hukum siklus yang mengekang daya pencipta lenyap kekuatannya. Lingkaran cakra manggilingan diterobos dan gerak sejarah tidak berputar-putar lagi, tetapi maju menurut garis lurus yang tidak ada akhirnya. Jika digambarkan sebagai berikut:
Gerak evolusi

Sejarah adalah medan perjuangan manusia dan cerita sejarah adalah epos perjuangan ke arah kemajuan. Dengan ilmu pengetahuan, taknik, filsafat alam sekitarnya diselidiki dengan semangat evolusi. Mitos evolusi menjadi sumber dinamika yang dahsyat dan mengeluarkan manusia dari alam rohaniah.
Evolusi berarti evolusi jasmaniah, evolusi kebendaan, evolusi duniawi, kefanaan, misalnya kemajuan teknik: kapal api, kereta api, pabirk, dsb. Gerak sejarah tidak menuju ke akhirat, tetapi ke arah kemajuan duniawi, maka dalam dunia yang seolah-olah tidak memerlukan Tuhan lagi itu, timbullah faham-faham baru yang berpedoman pada evolusi tak terbatas, diantaranya faham historical materialism atau economic determinism.
Faham historical materialism menerangkan bahwa pangkal gerak sejarah ialah ekonomi, gerak sejarah ditentukan oleh cara-cara menghasilkan barang kebutuhan masyarakat (produksi). Cara produksi menentukan perubahan dalam masyarakat, perubahan itu ditimbulkan oleh pertentangan kelas. Gerak sejarah terlaksana dengan pasti menuju ke arah masyarakat yang tidak mengenal pertetangan kelas. Tujuan sejarah ialah menciptakan kebahagiaan untuk setiap manusia, kelas manusia istimewa akan lenyap pada saat amsayarat tanpa kelas dapat diwujudkan.