Senin, 22 November 2010

filsafat sejarah tentang empirisisme Toynbee

Tafsiran Arnold J. Toynbee
Arnold J. Toynbee mengarang buku A Study of History tahun 1933. Teori Toynbee didasarkan atas penelitian terhadap 21 kebudayaan yang sempurna dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. 21 kebudayaan yang sempurna, antara lain: Yunani, Romawi, Maya, Hindu, Barat/Eropa, dsb, yang kurang sempurna, antara lain: Eskimo, Sparta, Polinesia, Turki. Kesimpulan Toynbee ialah bahwa gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-keudayaan dengan pasti. Yang disebut kebudayaan (civilization) oleh Toynbee ialah wujud kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah berjalan menurut tingkatan-tingkatan seperti berikut (http://nobsnews.blogspot.com/1993 /10/introduction.htm):
a. genesis of civilizations, yaitu lahirnya kebudayaan
b. growth of civilizations, yaitu perkembangan kebudayaan
c. decline of civilizations, yaitu keruntuhan kebudayaan:
1. breakdown of civilizations, yaitu kemerosotan kebudayaan
2. disintegration civilization, yaitu kehancuran kebudayaan
3. dissolution of civilization, yaitu hilang dan lenyapnya kebudayaan
Suatu kebudayaan terjadi, karena challenge and response atau tantangan dan jawaban antara manusia dengan alam sekitarnya). Dalam alam yang baik manusia berusaha untuk mendirikan suatu kebudayaan seperti di Eropa, India, Tiongkok. Di daerah yang terlalu dingin seolah-olah manusia membeku (Eskimo), di daerah yang terlalu panas tidak dapat timbul juga suatu kebudayaan (Sahara, Kalahari, Gobi), maka apabila tantangan alam itu baik timbullah suatu kebudayaan.
Pertumbuhan dan perkembangan suatu kebudayaan digerakkan oleh sebagian kecil dari pemilik kebudayaan. Jumlah kecil itu menciptakan kebudayaan dan jumlah yang banyak (mayoritas) meniru keudayaan tersebut. Tanpa minoritas yang kuat dan dapat mencipta, suatu kebudayaan tidak dapat berkembang. Apabila minoritas lemah dan kehilangan daya mencipta, maka tantangan dari alam tidak dapat dijawab lagi. Minoritas menyerah, mundur, maka pertumbuhan kebudayaan tidak ada lagi. Apabila kebudayaan sudah memuncak, maka keruntuhan (decline) mulai tampak. Keruntuhan itu terjadi dalam 3 masa, yaitu:
a. kemerosotan kebudayaan, terjadi karena minoritas kehilangan daya mencipta serta kehilangan kewibawaannya, maka mayoritas tidak lagi bersedia mengikuti minoritas. Peraturan dalam kebudayaan (antara minoritas dan mayoritas pecah dan tentu tunas-tunas hidupnya suatu kebudayaan akan lenyap.
b. kehancuran kebudayaan mulai tampak setelah tunas-tunas kehidupan itu mati dan pertumbuhan terhenti. Setelah pertumbuhan terhenti, maka seolah-olah daya hidup itu membeku dan terdapatlah suatu kebudayaan itu tanpa jiwa lagi. Toynbee menyebut masa ini sebagai petrification, pembatuan atau kebudayaan itu sudah menjadi batu, mati dan mejadi fosil.
c. lenyapnya kebudayaan, yaitu apabila tubuh kebudayaan yang sudah membatu itu hancur lebur dan lenyap.
Untuk mwnhindarkan keruntuhan suatu kebudayaan yang mungkina dilakukan adalah mengganti norma-norma kebudayaan dengan norma-norma ketuhanan. Dengan pergantian itu, maka tujuan gerak sejarah ialah kehidupan ketuhanan atau kerajaan Allah menurut paham Protestan. Dengan demikian garis besar teori Toynbee mirip dengan Santo Agustinus, yaitu akhir gerak sejarah adalah Civitas Dei atau Kerajaan Tuhan.

ada siklus kehidupan peradaban manusia dan tafsiran dari Arnold j. Toynbee adalah runtuhnya peradaban Barat dan munculnya peradaban baru yang bisa lebih menyeimbangkan paradigma/ pandangan terhadap dunia.

Arnold Toynbee menyebutkan terjadinya ketimpangan yang sangat besar antara sains dan teknologi yang berkembang sedemikian pesat dan kearifan moral dan kemanusiaan yang sama sekali tidak berkembang, kalau tidak dikatakan malah mundur ke belakang.


Pendapat Ibnu Kholdum Tentang Sejarah
Ibnu Kholdun (1332-1406) adalah seorang sarjana Arab yang ternama, ialah yang dapat dipandang sebagai ahli sejarah yang paling pertama. Teorinya didasarkan pada kehendak Tuhan sebagai pangkal gerak sejarah seperti Santo Agustinus, akan tetapi Ibnu Kholdun tidak memusatkan perhatiannya kepada akhirat. Baginya sejarah adalah ilmu berdasarkan kenyataan, tujuan sejarah ialah agar manusia sadar akan perubahan-perubahan masyarakat sebagai usaha penyempurnaan peri kehidupannya. Pendapat Ibnu Kholdun tertuang dalam bukunga An Arab Philosophy of history translated and arranged by Charles Issawi MA, halaman 26-30:
Sejarah ialah kisah masyarakat manusia atau kisah kebudayaan dunia, yaitu kisah perubahan-perubahan yang terjadi karena kodrat masyarakat itu seperti masa kebiadaban, masa saling membantu terus ke masa persatuan golongan, kisah revolusi, pemberontakan yang timbul antara bangsa dengan bangsa dan kisah kerajaan-kerajaan dan negara-negara yang timbul karena revolusi dan pemberontakan itu, kisah kegiatan dan pekerjaan manusia, yaitu pekerjaan untuk mendapatkan nafkah, atau kegiatan dalam macam-macam ilmu dan usaha, dan umumnya kisah dari perubahan yang terjadi karena kodrat manusia. Keadaan dunia dan keadaan negara-negara dan adat lembaganya serta cara-cara penghidupannya (produksi) tidak tinggal tetap dan bersifat kekal (tak berubah) akan tetapi terus berubah sepanjang masa dan berubah dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Demikian halnya manusia, waktu, kota-kota mengalami perubahan, maka iklim, masa, daerah dan negara juga akan mengalami perubahan itulah hukum yang telah ditentukan oleh Allah untuk para mukmin (R. Moh. Ali, 1963: 72).
Dengan tegas Ibnu Kholdun menunjukkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat karena qadar Tuhan, yang terdapat dalam masyarakat adalah “naluri” untuk berubah. Justru perubahan-perubahan itu berupa revolusi, pemberontakan, pergantian lembaga, dsb, maka masyarakat dan negara akan mengalami kemajuan. Manusia dan semua lembaga-lembaga yang diciptakannya dapat maju karena perubahan. Ibnu Kholdun dengan tegas menyatakan perubahan sebagai dasar kemajuan dan itulah yang kemudian disebut teori evolusi (teori kemajuan) yang dicetuskan oleh Charles Darwin.
Perbedaan antara teori Santo Agustinus dan Ibnu Kholdun tampak dari akhir tujuan terakhir. Agustinus mengakhiri sejarah dengan dwitunggal sorga-neraka, bagi Ibnu Kholdun sejarah menuju ke arah timbulnya beraneka warna masyarakat, negara dengan manusianya menuju ke arah kesempurnaan hidup. Teori Agustinus menciptakan manusia menyerah, teori Ibnu Kholdun mendidik manusia menjadi pejuang yang tak kenal mundur. Puncak gerak sejarah ialah umat manusia bahagia dengan beraneka ragam masyarakat, negara, kesatuan hidup lainnya yang sempurna.

D. Renaissance dan Akibatnya
Pada masa renaissance pengaruh gereja mulai berkurang. Perhatian manusia berubah dari dunia-akhirat ke dunia-fana, kepercayaan pada diri pribadi sendiri bertambah dalam diri manusia. Sifat menyerah pada nasib berkurang dan harga diri memperkuat semangat otonom manusia. Semangat otonom itulah yang mendorong manusia ke arah pengertian tentang kehendak Tuhan.
Kemajuan ilmu pengetahuan seirama dengan kemajuan filsafat dan teknik mengakibatkan timbulnya alam fikiran baru di Eropa. Manusia lambat laun melepaskan diri ari agama serta berani mengembangkan semangat otonom. Sumber gerak sejarah tidak di cari di luar pribadinya, tetapi dicari dari dalam diri sendiri. Hubungan dengan cosmos diputus, ikatan dengan Tuhan ditiadakan, manusia berdiri sendiri (otonom.
Gerak sejarah berpangkal pada kemajuan (evolusi), yaitu keharusan yang memaksa segala sesuatu untuk maju. Manusia melenyapkan sorga-neraka sebagai tujuan, tujuan fatum yang serba tidak tentu diberi batasan yang jelas. Gerak sejarah menuju ke arah kemajuan yang tidak ada batasnya. Evolusi tak terbatas adalah tujuan manusia. Abad ke-18 dan 19 merupakan masa revolusi jiwa yang luar biasa, yaitu suatu revolusi yang mematahkan kekuatan heteronomi. Hukum siklus yang mengekang daya pencipta lenyap kekuatannya. Lingkaran cakra manggilingan diterobos dan gerak sejarah tidak berputar-putar lagi, tetapi maju menurut garis lurus yang tidak ada akhirnya. Jika digambarkan sebagai berikut:
Gerak evolusi

Sejarah adalah medan perjuangan manusia dan cerita sejarah adalah epos perjuangan ke arah kemajuan. Dengan ilmu pengetahuan, taknik, filsafat alam sekitarnya diselidiki dengan semangat evolusi. Mitos evolusi menjadi sumber dinamika yang dahsyat dan mengeluarkan manusia dari alam rohaniah.
Evolusi berarti evolusi jasmaniah, evolusi kebendaan, evolusi duniawi, kefanaan, misalnya kemajuan teknik: kapal api, kereta api, pabirk, dsb. Gerak sejarah tidak menuju ke akhirat, tetapi ke arah kemajuan duniawi, maka dalam dunia yang seolah-olah tidak memerlukan Tuhan lagi itu, timbullah faham-faham baru yang berpedoman pada evolusi tak terbatas, diantaranya faham historical materialism atau economic determinism.
Faham historical materialism menerangkan bahwa pangkal gerak sejarah ialah ekonomi, gerak sejarah ditentukan oleh cara-cara menghasilkan barang kebutuhan masyarakat (produksi). Cara produksi menentukan perubahan dalam masyarakat, perubahan itu ditimbulkan oleh pertentangan kelas. Gerak sejarah terlaksana dengan pasti menuju ke arah masyarakat yang tidak mengenal pertetangan kelas. Tujuan sejarah ialah menciptakan kebahagiaan untuk setiap manusia, kelas manusia istimewa akan lenyap pada saat amsayarat tanpa kelas dapat diwujudkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar