Selasa, 23 November 2010

tokoh filsafat tonybee

demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.

Juga terkait dengan pengertian demokrasi, ada beberapa tokoh yang memberikan definisi diantaranya;
Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik praktis. (Bernard Lewis et. al, 2002, 116).

Dalam tataran normatif (demokrasi normatif) teori demokrasi adalah sesuatu yang sangat bagus, namun dalam tataran empiriknya (demokrasi empirik) demokrasi sulit-sulit susah untuk diwujudkan. Jika kita menilik konsep demokrasi yang memberikan perhatian besar kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia, kebebasan, dan keadilan sosial dalam mengatur kemaslahatan bermasyarakat dan bernegara, tentu siapapun orang dan apapun agamanya tidak akan menolak. Lalu, kenapa konsep demokrasi seperti seseorang ingin menggapai bulan? Dari jauh kelihatan indah dan menentramkan jiwa tapi sulit digapai dengan tangan………………

Pola Gerak Demokrasi

Tulisan ini mencoba untuk melihat perkembangan demokrasi dari kerangka filsafat sejarah yang tokohnya adalah A. J. Toynbee yang terkenal dengan teori sejarahnya “ sejarah yang bergerak siklus”. Menurut Toynbee sejarah bergerak dalam satu siklus (lingkaran) yang selalu berulang. Tetapi pengulangan itu akan menemukan wujud yang berbeda, yaitu berulang dalam bentuk yang lebih halus dan sempurna. Toynbee juga mengemukakan gambaran tentang sejarah manusia bagaikan suatu lingkaran perubahan berkepanjangan dari peradaban : lahir, tumbuh, pecah dan hancur.

Toynbee mengemukakan gambaran tentang sejarah manusia bagaikan suatu lingkaran perubahan berkepanjangan dari peradaban : lahir, tumbuh, pecah dan hancur. Kese­luruhan proses ini berkaitan erat dengan pelaksanaan fungsi elit dan antar hubungan elit dengan massa rakyat, baik dengan prole­tariat internal maupun eksternal.

Jika coba dibawakan gambaran tentang sejarah manusia yang dikemukakan oleh Toynbee diatas kepada demokrasi. Maka, demokrasi lahir dalam masyarakat Yunani Kuno pada mulanya. Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktekan dalam hidup bernegara antara abad ke-4 SM sampai abad ke-6 M. Demokrasi yang dipraktikan pada masa itu berbentuk demokrasi langsung (direct democracy) artinya hak rakyat untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung itu berjalan secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota kecil dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang. Selain itu ketentuan-ketentuan menikmati hak demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi, sedangkan bagi warga negara yang berstatus budak belian, pedagang asing, perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmatinya.

Toynbee mengajukan teori yang dikenal sebagai linier concept. Dalam bukunya yang mashur, A Study of History, ia mengatakan bahwa sebuah peradaban bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri secara utuh (an independent totality), tapi suatu perkembangan atau kemajuan (progression) – suatu evolusi – dari peradaban yang rendah (yang berkembang) menjadi lebih tinggi. Peradaban Islam, katanya, tumbuh dari kebudayaan terdahulu yang lebih rendah, yaitu kebudayaan Iran dan Arab, yang lahir melalui masyarakat Siria. Jadi, peradaban Islam tidak perlu mati (need not have died) – alias tidak akan mati, bahkan bisa menjadi kebudayaan lebih tinggi, bila mampu menghadapi dengan baik tantangan yang muncul pada abad 13 dan 14. Menurut Toynbee, setiap peradaban akan hidup selamanya bila mampu menghadapi setiap tantangan yang terus-menerus datang.[2]

Untuk itulah mereka melakukan studi yang mendalam tentang sejarah berbagai peradaban dunia. Dengan demikian, hasil studi yang mereka ungkapkan itu, tentu bukan hanya sebuah informasi, apalagi hanya sebuah wacana. Apa yang mereka kemukakan itu sudah pasti dihidangkan sebagai sebuah pelajaran, khususnya bagi bangsa mereka sendiri, dan lebih khusus lagi tentu bagi kalangan intelektual dan teknokratnya, yang memang merupakan penanggung-jawab maju-mundurnya peradaban.

Menurut Arnold Toynbee, era modern dimulai sejak adanya clash antara kaum agamawan dan ilmuan, yang tepatnya pada abad 15 di Eropa-barat.

Arnaold J. Toynbee (1889)
Ia adalah seorang sarjana Inggris yang terkenal dengan karangannya: A Study of History yang terdiri dari 12 jilid. Teori Toynbee didasarkan atas penyelidikan 21 kebudayaan yang sempurna seperti Junani-Roma, Maya (Amerika Tengah). Dan 9 kebudayaan yang kurang sempurna. Seperti Eskimo, Sparta, Turki. Kesimpulan toynbee adalah bahwa dalam gerak sejarah tidak terdapat hokum tertentu yang menguasaai dan mengatur timbul tenggelamnya kebudayaan-kebudayaan dengan pasti. Kebudayaan menurut Toynbee adalah wujud daripada kehidupan suatu golongan seluruhnya. Menurut Toynbee gerak sejarah melalui tingkatan sebagai berikut:
 Genesis of Civilitation-lahirnya kebudayaan
 Growth of civilitation-perkembangan kebudayaan
 Decline of civilitation-keruntuhan kebudayaan
Suatu kebudayaan terjadi, dilahirkan karena tantangan dan jawaban antara manusia dan alam sekitar. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kejadian digerakkan oleh sebagian kecil dari pihak-pihak kebudayaan itu. Jumlah kecil(minority) menciptakan kebudayaan dan massa (mayority) meniru. Tanpa minority yang kuat dan dapat mencipta maka suatu kebudayaan tidak dapat berkembang.
Garis besar teori Toynbee mirip dengan tafsiran Santo Agustinus dan akhir dari gerak sejarah sama pula dengan civitas die.
Spengler dan Toynbee lebih menekankan pada proses atau tujuan sejarah. Sedangkan Karl Marx condong pada garis linier. Dalam kaitannya dengan Spengler dan Toynbee bahwa sejarah bukan hanya yang terjadi sampai sekarang atau yang lampau tetapi juga yang akan terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar