Minggu, 28 November 2010

hadist

Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”

(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih diantara kitab-kitab hadits)








Hadist maudlu’
Pengertiannya

Maudlu’ secara bahasa artinya sesuatu yang diletakkan.
Sedangkan menurut istilah adalah : “Sesuatu yang diciptakan dan dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam secara dusta”.

Hadits ini adalah tingkatan hadits yang paling buruk dan jelek di antara hadits-hadits dla’if lainnya. Sebagian ulama membagi hadits menjadi empat bagian : shahih, hasan, dla’if, dan maudlu’. Maka maudlu’ menjadi satu bagian tersendiri.
hokum meriwayatkan
“Barangsiapa yang menceritakan dariku satu hadist yang ia sangka sesungguhnya hadits tersebut dusta/palsu, maka ia termasuk salah seorang dari para pendusta ” 1. Awal Munculnya Suatu Hadits Maudlu'
Para ulama berbeda pendapat tentang kapan mulai terjadinya pemalsuan Hadits. Berikut akan dikemukakan pendapat mereka.
1. Menurut Ahmad Amin bahwa Hadits Maudlu' terjadi sejak masa Rasulullah SAW. masih hidup. Alasan yang dijadikan argumentasi adalah sabda Rasulullah SAW.:
فمن كذب عليّ متعمدا فليتبوّأ مقعده فى النار
“Barangsiapa yang secara sengaja berdusta kepadaku maka hendaknya dia mengambil tempat di neraka.”
Menurutnya dengan dikeluarkannya sabda tersebut, Rasulullah SAW. mengira telah ada pihak-pihak yang ingin berbuat bohong pada dirinya. Oleh karena itu, Hadits tersebut merupakan respon terhadap fenomena yang ada saat itu yang berarti menggambarkan bahwa kemungkinan besar pada zaman Rasulullah SAW. telah terjadi pemalsuan Hadits. Sehingga Rasulullah SAW. mengancam kepada para pihak yang membuat Hadits palsu.
Ahmad Amin juga memaparkan satu Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, bahwasannya suatu waktu Basyir al-Adwy menemui Ibn Abbas kemudian mereka berbincang-bincang dan Basyir berkata: “Telah bersabda Rasulullah SAW. ....”. Akan tetapi Ibnu Abbas mengacuhkan hadistnya dan tak memperhatikan apa yang dikatakan.
Dalam hal ini dijelaskan bahwa ketika Basyir ingin menyampaikan sabda Rasulullah SAW., maka ia akan segera ke sana. Dan jika orang tersebut tidak bisa menjangkau kebenaran maka ia tidak akan ada periwayatan kecuali memang benar-benar sudah tahu. Ahmad Amin juga memaparkan bahwa semenjak Islam mulai meluas ke berbagai daerah dan berbondong-bondong masuk Islam maka sebenarnya dari situlah potensi melakukan pemalsuan Hadits.



3. Menurut Jumhur al-Muhadditsin.
Pemalsuan terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Menurut mereka, hadits-Hadits yang ada sejak zaman Nabi hingga sebelum terjadinya pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan masih terhindar dari pemalsuan. Dengan demikian, jelaslah bahwa pada zaman Nabi, tidak mungkin ada pemalsuan Hadits. Demikian pula pada masa kekhalifahan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan. Hal ini dapat dibuktikan dari kegigihan, kehati-hatian, dan kewaspadaan mereka terhadap Hadits.
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib mulai terjadi pemalsuan. Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan politik antara golongan Ali dan pendukung Mu'awiyah. Upaya ishlah dan tahkim tidak mampu meredam pertentangan mereka. Bahkan semakin menambah ruwetnya masalah dengan keluarganya sebagai pengikut Ali (Khawarij) dan membentuk kelompok sendiri. Golongan yang terakhir ini kemudian tidak hanya memusuhi Ali tetapi juga Mu'awiyah.
Masing-masing golongan, selain berusaha mengalahkan lawannya, juga berupaya mempengaruhi orang-orang yang tidak berada dalam perpecahan. Salah satu cara yang mereka tempuh ialah dengan membuat Hadits palsu. Dalam sejarah dikatakan bahwa yang pertama-tama membuat Hadits palsu adalah golongan Syi'ah.



2.2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi
Pemalsuan Hadits tidak hanya dilakukan oleh orang-orang Islam, akan tetapi juga oleh orang-orang non Islam yang berusaha mencemarkan Hadits sebagai sumber ajaran Islam. Dari kalangan Islam sendiri, menurut para ulama, yang mula-mula membuat Hadits semacam ini ialah golongan Syi'ah. Kegiatan yang pengaruhnya sangat jelas pada banyaknya hadits-Hadits ini untuk kepentingan mereka, serta bermunculannya hadits-Hadits palsu yang lainnya dari pihak lawannya.
Adapun beberapa motif pendorong bagi mereka untuk pembuatan Hadits palsu antara lain: Beberapa motif pembuatan Hadits palsu di atas dapat dikelompokkan menjadi:
- Ada yang sengaja
- Ada yang tidak sengaja merusak agama
- Ada yang karena merasa yakin bahwa membuat Hadits palsu diperbolehkan
- Ada yang karena tidak tahu gila dirinya membuat Hadits palsu.
Tujuan mereka membuat hadits palsu ada yang positif dan ada juga yang negatif. Apapun alasannya ditegaskan bahwa membuat Hadits Maudlu' merupakan tercela dan menyesatkan, dengan sabda Rasulullah:
فمن كذب عليّ متعمداً فليتبوّاء مقعده من النار
2.2.3. Kriteria Kepalsuan Suatu Hadits



.4. Kumpulan contoh Hadits Maudlu' dan sebabnya
1) إذا صدقت المحبة سقطت شروط الأدب
“Cinta keduniaan ialah modal kesalahan.”
Keterangan : Perkatan ini, orang kataan sebagai hadits Nabi padahal sebenarnya ucapan Junaid.
2) إن القمر دخل فى جيب صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ و فرج من كمّه
“Sesungguhnya bulan pernah masuk dalam saku baju Nabi SAW. dan keluar dari tangan bajunya.”
Keterangan:
- Tidak termasuk sabda Nabi
- Sering dipakai tukang cerita untuk menceritakan perjalanan mauled Nabi, dengan maksud orang tertarik mendengar ceritanya.
- Perasaan atau keyakinan kata mesti mendustakan isinya karena dapat masuk dalam saku baju yang tidak beda dengan saku dan keluar dari lubang tangan yang besar sudah kita maklumi.
3) الأرض على صخرة و الصخرة على قرن ثور فإذا حرّك الثور قرنه تحرّكت الصخرة
“Bumi terletak antara sebuah batu yang besar dan batu besar terletak atas tanduk seekor sapi; maka apabila sapi itu menggerakkan tanduknya, bergoyanglah pula batu besar itu.”
Keterangan:
- Bukan hadits Nabi
- Menurut pemeriksaan ahli alam, bahwa bumi kita ini, di sebelah luarnya diliputi oleh semacam udara. Udara itulah yang menahan bumi dari sekalian penjurunya. Selain dari itu tidak ada yang lain lagi isi hadits tersebut bertentangan dengan penyaksian
5. Usaha para ulama memberantas sebuah hadits
1) Mengisnadkan hadits
Meminta sanad kepada mereka yang menyampaikan hadits dan akhirnya menetapkan sanad suatu hadits. Sebab sanad bagi hadits bagaikan nasab bagi seseorang. Setelah itu diteliti sanadnya kalau terdiri dari ahli Sunnah diambil jika ahli bid’ah ditolak.
2) Meningkatkan perlawatan mencari hadits
Dengan cara meningkatkan perlawatan mencari hadits dari suatu kota ke kota untuk menemui sahabat yang meriwayatkan hadits. Jika di dengar ada hadits dari selain sahabat mereka mencari sahabat Rasulullah SAW. untuk memperkuatkannya.
3) Mengambil tindakan kepada para pemalsu hadits
Mereka menupas para pemalsu dan melarang mereka meriwayatkan hadits dan menyerahkan pada penguasa.
4) Menjelaskan tingkah laku perawi
Dengan cara demikian perawi-perawi dijelaskan biografinya, tingkah laku, kelahiran, kematian, keadilan dan daya ingatnya.
5) Membuat ketentuan-ketentuan umum tentang klasifikasi hadits
Membuat ketentuan dan syarat-syarat bagi hadits shahih, hasan dan dha'if.
6) Membuat ketentuan-ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri Hadits Maudlu’
Mereka membuat ketentuan mengenai tanda-tanda Hadits Maudlu’ baik ciri y ada pada sanad maupun matan.ss

BAB III
KESIMPULAN
 Hadits Maudlu’ menurut bahasa adalah meletakkan atau menyimpan, mengada-ada, ditinggalkan.
Menurut istilah adalah: Bukan hadits dari Rasulullah SAW. akan tetapi suatu perkataan atau perbuatan seseorang dari pihak tertentu yang alasannya dinisbatkan pada Rasulullah SAW.
 Awal muncul Hadits Maudlu’
Ada 3 pendapat diantaranya yaitu:
- Ahmad Amin mengatakan Hadits Maudlu’ terjadi pada masa Rasulullah SAW.
- Shalhah ad-Din ad-Dabi mengatakan pemalsuan hadits berkenaan dengan masalah keduniawian pada masa Rasulullah
- Al-Muhaddisin mengatakan Hadits Maudlu’ terjadi pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
 Faktor yang melatarbelakangi antara lain:
1) Pertentangan politik
Sejak zaman khalifah Ali bin Abi Thalib terjadi perpecahan golongan, oleh karena itu, setiap golongan membuat hadits palsu untuk memperkuat golongan mereka.
2) Usaha kaum zindik meruntuhkan Islam
3) Fanatik terhadap bangsa, suku, bahasa, negeri dan pemimpin
4) Mempengaruhi kaum awam dengan kisah dan nasehat
5) Perselisihan madzhab dan ilmu kalam
6) Membangkitkan gairah beribadah, tanpa mengerti apa yang dilakukan
7) Menjilat penguasa

 Kriteria kepalsuan dan contoh:
a. Pada sanad
1) Pengakuan dari pemalsu
2) Qarinah-qarinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat Hadits Maudlu’
3) Qarinah-qarinah yang berpautan dengan tingkah laku
b. Pada matan
1) Segi makna  bertentangan dengan Al-Qur’an, hadits mutawattir, dengan ijma' dan tidak logis
2) Segi lafal  berlebih-lebihan
Contoh:
ولد الزنا لا يدخل الجنة الى سبعة ابناء
“Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai 7 keturunan.”
و إن كل من يسمّى لهذه الأسماء ( محمد و احمد ) لا يدخل النار
“Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad, Ahmad atau semisalnya) ini tidak akan masuk neraka.”
c. Sumber riwayatnya
1. Mengambil dari pikiran sendiri
2. Kadang-kadang menukil dari perkataan orang yang dipandang
 Usaha-usaha untuk mengatasi Hadits Maudlu’
1) Mengisnadkan hadits
2) Meningatkan perlawatan
3) Mengambil tindakan kepada para pemalsu
4) Menjelaskan perawinya
5) Membuat klasifikasi hadits
6) Membuat ketentuan untuk mengetahui ciri-ciri Hadits Maudlu’








Hadist muan’an
. Hadits Mu’an-an
Pengertian dari muanan adalah hadits yang sanadnya terdapat redaksi ‘an (dari) seseorang.
Pendapat ulama ahli hadits dalam masalah ini terdapat dua fersi:
1) Bahwa hadits yang jalurnya (sanad ) itu menggunakan redaksi ‘an (dari) termasuk dalam kategori hadits yang sanadnya muttasil. Akan tetapi hadits mu’an’an untuk bisa dikategorikn sebagai hadits muttasil, harus memenuhi beberapa syarat. Dalam hal-hal syarat ini terdapat dua pendapat:
a) Syarat-syarat yang ditentukan oleh Imam Bukhari, Ali bin al-Madani dan sejumlah ahli hadits lain antara lain:
Perawi harus mempunyai sifat ‘adalah.
Harus terdapat hubungan guru murid, dalm artian keduanya harus pernah bertemu.
Perawi bukan termasuk mudallis.
b) Syarat-syarat yang ditentukan oleh imam muslim, antara lain:
Perawi harus mempunyai sifat ‘adalah.
Perawi bukan termasuk mudallis.
Hubungan antara yang meriwayatkan hadits cukup dengan hidup dalam satu masa dan itu dimungkinkan untuk bertemu.
2) Bahwa hadits mu’an-an termasuk dalam kategori hadits mursal. Oleh karena itu hadits mu’an-an tidak bisa dijadikan sebagai hujjah.
Ketika redaksi ‘an itu pada tingkat sahabat, terdapat pemilahan. Apabila sahabat itu termasuk sahabat yang sebagian besar hidupnya senantiasa bersama dengan nabi, maka redaksi ‘an sama dengan redaksi sami’tu. Apabila sahabat itu jarang bertemu nabi, maka sanad itu perlu ditinjau ulang .
Kesimpulan dari uraian diatas dapat kita klasifikasikan menjadi tiga pendapat sesuai dengan komentar Ibnu Hajar:
Bahwa redaksi sanad dengan ‘an posisinya sama dengan redaksi haddastana dan akhbarana.
Tidak dikatakan sama dengan redaksi haddastana dan akhbarana. Ketika hadits itu diriwayatkan oleh mudallis.
Redaksi ‘an sama dengan akhbarana dalam penerimaan hadits secara ijazah.Untuk itulah hadits yang redaksinya memakai ‘an masih dalam kategori muttasil. Akan tetapi derajat ‘an masih dibawah sami’tu.
Contoh hadis mu’an’an:
حدثنا قتيبة بن سعي حدثنا عبد العزيز الدرواردى عن العلاء عن ابيه عن ابى هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: الد نيا سجن المؤمن وجنة الكافر {رواه مسلم}.


Tentang hadist

efinisi Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.

ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.

TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.

SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman dan mati dalam keadaan islam.

TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam keadaan islam.

MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .

Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut: Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat (seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud, dll.

Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan kepada saya oleh Nabi Muhammad.

Awal Sanad dan akhir Sanad

Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad adalah A dan akhir sanad adalah D.

Klasifikasi Hadits

Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:

1.Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.

2.Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits Shohih dan Hadits Hasan.

3.Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil, tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.

4.Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain, disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan yang tidak dipenuhinya.

Syarat-syarat Hadits Shohih
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
• Rawinya bersifat Adil
• Sempurna ingatan
• Sanadnya tidak terputus
• Hadits itu tidak berillat dan
• Hadits itu tidak janggal












Khadist mursal khafi
Pengertiannya
Al-Mursal menurut bahasa berarti melepaskan. Adapun menurut istilah ahli hadits dan fuqoha berbeda dalam mendefinisikan hadits mursal.
Hadits mursal menurut ahli hadits adalah:
مارفعه التابعي إلى الرسول صلىالله عليه وسلم من قول او فعل او تقرير صغيرا كان التابعي او كبيرا
Artinya: Hadits yang dimarfu'kan oleh seorang tabi'in kepada Rasulullah Saw, baik perkataan, perbuatan, maupun taqrir, baik tabi'in itu kecil maupun tabi'in besar.

Ada sebagian ulama yang memberikan batasan bahwa hadits mursal adalah hadits yang di marfukan oleh tabi’in besar saja, karena pada umumnya periwayatan tabi’i besar adalah dari sahabat. Sebagian ahli hadits tidak menilai hadits yang di-irsal-kan oleh tabi’i kecil sebagai hadits mursal tetapi hadits munqathi’, karena sebagian besar periwayatan mereka adalah dari tabi’i juga.
Adapun hadits mursal menurut ahli ushul adalah perkataan seseorang yang tidak berjumpa dengan nabi Muhammad Saw baik dari tabi’i atau tabi’u tabi’in atau orang sesudah mereka. Jadi Hadits mursal adalah perkatan tabi’in baik tabi’in besar maupun tabi’in kecil atau perkataan sahabat kecil, yang menegaskan tentang apa yang telah dikatakan atau diperintahkan oleh Rasulullah Saw tanpa menerangkan dari sahabat mana berita itu diperolehnya.
Mursal Khafi menurut istilah adalah “sebuah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi dari seorang syaikhnya yang semasa dengannya atau bertemu dengannya, tetapi ia tidak pernah menerima satu pun hadits darinya, namun ia meriwayatkannya dengan lafadh yang menunjukkan adanya kemungkinan ia mendengar dari syaikh itu”.



hadits mursal terbagi kepada tiga macam yaitu :
1. Mursal Jaly, Yaitu bila penguguran yang telah dilakukan oleh rawi tabi’i adalah jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa orang yang mengugurkan itu tidak hidup sezaman dengan orang yang digugurkan yang mempunyai berita atau penguguran itu dilakkukan oleh tabi’i besar
2. Mursal Shahaby, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarakan kepada Nabi Muhamad Saw, tetapi ia tidak mendengarkan atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran di saat Rasulullah hidup ia masih kecil atau terakhir masuknya ke dalam agama islam.
hadits mursal ini dianggap shahih, karena ia tiada meriwayatkan selain dari para sahabat. Sedang para sahabat itu seluruhnya adil. Contohnya ialah hadits yang diriwayatkan oleh Malik
أخبرنامالك بن شهاب عن عبيدالله بن عبدالله بن عطبة عن عبدالله بن عباس رضي الله عنه قال : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم خرج إلى مكة يوم عام الفتح في رماضان فصام حتى بغ الكديد ثم افطر فافطر الناس
Yang artinya dikabarkan dari Ibnu Syihab, dari ‘Ubaidillah bin
abdillah bin ‘tabah dari Abdullah bin ‘abbas r.a ibnu abbas berkata “ Bahwa Rasulullah Saw keluar menuju ke mekkah, pada tahun kemenangan dalam bulan ramadhan, karena itu beliau berpuasa sampai ke kadid lalu setelah itu beliau berbuka, kemudian orang-orang pun berbuka’.
Menurut al-qabisy, hadits tersebut termasuk hadits mursal shahaby, lantaran Ibnu Abbas tidak ikut berpergian bersama Rasulullah Saw beliau di Mekkah ketika itu bersama dengan orang tuanya, jadi Beliau tidak menyaksikan kisah perjalanan tersebut. Hal itu diketahui berdasarkan berita dari sahabat lain.
3. Mursal Khafi, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i, dimana tabi’i yang meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak perah mendengar sebuah hadits pun daripadanya. Hukum hadits mursal ini adalah dhaif
B. Cara Mengetahui Hadits Mursal khafi
Untuk mengetahui hadits itu mursal khafi ada tiga cara, diantaranya:
 Pernyataan dari para imam-imam bawasanya perawi ini tidak bertemu dengan orang yang ia menceritakan hadits darinya atau tidak mendengar lansung darinya secara mutlak.
Pengabaran atau pemberitauaan dari rawinya iyu sendiri secara langsung bahwa ia tidak pernah bertemu dengan orang yang ia ceritakan haditsnya atau ia tidak mendengar langsung dari orang tersebut satu hadits pun.
Datangnya hadits dari jalan yang lain ada tambahan perawi yang ia riwayatkan haditsnya.
Adapun poin yang ketiga ini didalamnya ada perbedaan ulama karena
terkadang termaksud jemis hadits ( المزيد في مثصل الاس تيد )

C. Penggunaan Hadith Mursal khafi
Dalam penggunaan hadits mursal khafi ini ada 3 pendapat yang masyhur, yaitu:
1. Kelompok Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, dan lain-lain. Mereka membolehkan berhujjah dengan hadith mursal secara muthlak.
2. Kelompok Imam Nawawi, Imam Syafi'I, Jumhur ulama ahli Hadith, ahli Fiqih dan ahli Ushul. Mereka tidak membolehkan secara muthlak.
3. Jumhur Ulama dan ahli Hadith. Mereka membolehkan menggunakan hadith mursal apabila ada syarat lain yang musnad, diamalkan oleh sebagian ulama.
D. Hukum hadist Mursal Khafiy
Mursal Khafiy hukumnya adalah dla’if, karena ia termasuk bagian hadits munqathi’. Maka apabila nampak sanadnya terputus, maka hukumnya adalah munqathi’.
Kesimpulan
Pada dasarnya hadits mursal khafi itu adalah dhaif dan mardud, karena hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat diterimanya suatu hadits, yaitu sanadnya harus bersambung. Hal itu disebabkan tidak diketahuinya keadaan rawi yang dibuang. Lagi pula, memiliki kemungkinan bahwa yang dibuang itu adalah sahabat. Dalam kondisi seperti ini, haditsnya menjadi dhaif.
Meskipun demikian, para ulama hadits dan yang selain mereka berbeda pendapat mengenai hukum hadits mursal khafi dan pengunaannya sebagai hujjah. Hadits ini termasuk hadits yang terputus yang diperselisihkan tempat terputusnya pada akhir sanad. Sebab, pada umumnya gugurnya sanad itu pada sahabat, sementara itu seluruh sahabat adalah adil, tidak rusak keadilannya meski keadaan mereka tidak diketahui.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar